Pontianak (Antara Kalbar) - Ketua DPW PPP Provinsi Kalbar dibawah kepemimpinan Djan Faridz, Sutarmidji menyatakan, PPP yang sah adalah hasil muktamar Jakarta, karena sudah diputuskan oleh MA No. 601/2015.
"Kami tetap bertahan meski diakui atau tak diakui oleh pemerintah, secara hukum dengan putusan MA No. 601/2015 sudah jelas bahwa PPP yang sah adalah hasil Muktamar Jakarta dengan Ketumnya Djan Faridz dan Sekjennya Dimyati Natakusumah," kata Sutarmidji di Pontianak, Selasa.
Sutarmidji menjelaskan, di dalam UU yang baru mengatakan partai yang boleh mengikuti Pilkada adalah partai yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan terdaftar. Sedangkan yang mempunyai kekuatan hukum tetap dan yang dimenangkan oleh MA adalah kepengurusan PPP dengan Ketumnya Djan Faridz dan Sekjennya Dimyati Natakusumah hasil Muktamar Jakarta.
"Kalau kemudian yang diterima dan didaftar hasil Muktamar Surabaya yang diulang di Pondok Gede dengan kepengurusan yang sama, itu sudah tidak benar, artinya dasar penetapannya bukan putusan MA yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap," ungkapnya.
Menurut dia, ada implikasi hukum bagi para calon kepala daerah yang mengantongi rekomendasi oleh kepengurusan PPP yang sekarang dan diterima pendaftarannya oleh Kemenkum dan HAM dan rawan digugat apabila terpilih sebagai kepala daerah sebab secara hukum yang sah adalah PPP hasil Muktamar Jakarta dengan putusan MA No. 601/2015," katanya.
"Saya lebih baik tidak memiliki jabatan di dalam partai, dari pada harus merebut jabatan, tetapi saya melanggar aturan," katanya.
Dalam kesempatan itu, Ketua DPW PPP Provinsi Kalbar juga menyatakan, tidak ada sedikitpun niat dalam kepengurusan PPP dibawah kepemimpinan Djan Faridz untuk membentuk partai baru. Kalau kubu Romi mau buat partai baru, silakan saja.
Dengan pemerintah mengakui mereka (Kubu Romi) yang merupakan hasil Muktamar Pondok Gede yang notabene mengulang Muktamar Surabaya, tanpa mengakui putusan MA No. 601/2015, dinilainya merupakan pelecehan terhadap hukum.
"Lucu, orang dipaksa melakukan muktamar islah, sementara di dalam UU tidak ada muktamar islah. Lebih anehnya lagi, muktamar islah tanpa melibatkan ketum dan sekjen yang menang dalam putusan MA tersebut," katanya.