Pontianak (Antara Kalbar) - Cargill menyampaikan laporan kemajuan mengenai upaya untuk memenuhi komitmen menghapuskan deforestasi dari rantai pasokannya yang termuat dalam laporan perdana berjudul "Cargill Report on Forests".
Di dalam laporan tersebut meliputi aksi-aksi yang dilakukan di lapangan melalui kerangka enam prioritas rantai pasokan dan kolaborasi global untuk memajukan pertanian yang berkelanjutan.
Cargill juga telah bekerjasama dengan berbagai mitra global untuk melibatkan 148.000 petani (termasuk petani kelapa sawit di Indonesia) dan membuat garis dasar bagi pengukuran lahan yang menjadi gundul (tree cover loss) melalui pemetaan daerah sumber sebanyak lebih dari 2.000 lokasi di 14 negara.
Di dalam menyambut pertemuan tahunan World Economic Forum 2017 di Davos, Swiss, laporan perdana yang dikeluarkan Cargill ini diharapkan dapat mendorong diskusi yang lebih luas mengenai berbagai isu yang mendorong deforestasi dan kebijakan serta praktek yang dapat mencegah hal tersebut.
"Mengakhiri deforestasi amat penting untuk menghentikan perubahan iklim. Saat ini, kita berada di persimpangan yang penting karena kita bekerja untuk memelihara dan melindungi dunia. Pertanian berkelanjutan harus menjadi bagian dari solusinya," ujar David MacLennan, CEO dan Chairman Cargill.
Sejumlah kemajuan yang dicapai Cargill yang disampaikan dalam laporan tersebut diantaranya membuat dan menetapkan rencana aksi untuk melindungi hutan dalam prioritas rantai pasokan: kelapa sawit secara global, kedelai di Brazil dan Paraguay, kakao secara global, kapas dan jagung di Zambia, serta kemasan berbasis serat. Untuk mendukung rencana aksi ini, Cargill mengeluarkan kebijakan baru di bidang kemasan berbasis serat yang berkelanjutan atau Policy on Sustainable Fiber-based Packaging.
Kemudian mengembangkan dan mengimplementasikan program dan pelatihan bagi lebih dari 148.000 petani dan pemasok untuk mempromosikan pemakaian lahan berkelanjutan, termasuk 15.000 petani kedelai skala kecil dan besar di Brazil; 21.000 petani plasma kelapa sawit di Indonesia; 1.000 petani kedelai di Paraguay dan 90.000 petani coklat serta koperasi di Afrika Barat.
Lalu bekerjasama dengan World Resources Institute and Global Forest Watch, di hampir 2.000 lokasi yang menjadi lahan sumber. Baik yang dimiliki Cargill maupun dioperasikan pihak ketiga di berbagai lokasi usaha. Analisa ini berfungsi untuk menyediakan garis dasar awal, yang dibutuhkan untuk mengukur kemajuan atas target no-deforestration.
Proyek ini membentang di lokasi yang menjadi sumber, seluas 166 juta hektare, termasuk 119 juta hektare pohon penutup. Hasil analisa menunjukkan, diperkirakan di daerah ini terdapat 1,7 juta hektare atau 1,4 persen merupakan lahan gundul (tree cover loss) pada tahun 2014.
Pengukuran ini mengilustrasikan konteks bentang darat penggunaan lahan di kawasan sumber Cargill, tetapi hal ini tidak bisa diinterpretasikan berhubungan langsung dengan lahan sumber Cargill saja. Yang penting adalah, langkah selanjutnya yaitu melakukan identifikasi hubungan antara operasi usaha yang dilakukan dan kegundulan yang ada dan selanjutnya dilakukan pengembangan solusi untuk melindungi kawasan tersebut.
Selain itu, memperpanjang moratorium kedelai Brazil di Amazon serta implementasi Brazilian Forest Code dan the Rural Environmental Registry atau CAR melalui pelatihan dan edukasi terhadap pemasok serta kerjasama organisasi lintas sektor dan multi sektor. Kontrak kedelai Cargill di Brazil sekarang membutuhkan petani untuk memenuhi persyaratan Brazilian Forest Code dan CAR.
Dalam laporan ini, Cargill juga menggarisbawahi tantangan nyata dan pendekatan baru yang dibutuhkan untuk terus-menerus mendorong kemajuan, termasuk membangun konsensus mengenai definisi dan standar pengukuruan yang efektif untuk memonitor kemajuan, mendorong keterlibatan dengan pemerintah daerah dan pusat untuk meningkatkan kerangka kerja institusional dan pendekatan yurisdiksi yang efektif. Mengelola tumpang tindih inisiatif untuk mendorong solusi melalui koordinasi di tingkat sektor dan lanskap. Melibatkan pemasok untuk mengimplementasikan perubahan mulai dari titik awal.
"Kami sadar bahwa sektor swasta dapat memimpin di dalam menciptakan pertanian dan rantai pasok yang berkelanjutan," ujar Ruth Kimmelshue, Cargill Global Leader of Business Operations and Supply Chain.
Ia melanjutkan, tetapi pihaknya tidak dapat melakukannya sendiri. "Kami ingin bekerjasama dengan pelanggan, pemerintah, LSM dan yang lainnya untuk mengaplikasikan pendekatan terukur serta menyediakan teknologi dan praktek yang dapat memberikan petani alat yang mereka butuhkan untuk menciptakan dunia yang lebih memiliki ketahanan pangan," ujar Ruth.
Untuk mendukung upaya menjadi pemimpin di dalam melihara dunia dengan cara yang aman, bertanggung jawab dan berkelanjutan, Cargill telah memimpin dan mendukung berbagai inisiatif-inisiatif berkelanjutan sepanjang dekade terakhir, ikut menyumbangkan suara dan pengaruh di belakang usaha swasta-publik.
Tujuannya untuk memitigasi penyebab utama deforestasi dan perubahan iklim, diantara beberapa upaya itu adalah Brazilian Soy Moratorium, Sustainable Palm Oil Manifesto, New York Declaration on Forests, United Nations’ Scaling Up Nutrition Movement & Sustainable Development Goals, dan the American Business Act on Climate Pledge.
Cargill meningkatkan keberlanjutan di empat fokus area: penggunaan lahan, termasuk hutan; sumber-sumber air; perubahan iklim dan kehidupan petani.