Pontianak (Antara Kalbar) - Bea Cukai Entikong mengharapkan pemerintah pusat untuk segera merealisasikan skema impor di PLBN Entikong, Kalimantan Barat, untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan percepatan pembangunan di wilayah perbatasan.
"Kami harapkan pemerintah pusat bisa segera merealisasikan skema impor melalui PLBN Entikong mengingat semakin pesatnya aktivitas ekspor-impor di wilayah perbatasan Entikong ini. Selain bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat, realisasi skema impor ini juga bisa meminimalisir keluar-masuknya barang-barang ilegal," kata Kasi Penerimaan dan Pengolahan Data Kanwil DJBC Kalbar Purba Sadhi Darma di Pontianak, Jumat.
Dia mengungkapkan, salah satu komoditas dari Malaysia yang banyak masuk ke Kalbar melalui Entikong adalah Gula dan kebutuhan sembako lainnya.
"Dalam kajian yang dilakukan Ombudsman RI Perwakilan Kalbar dari Januari hingga Juni tahun 2017, gula pasir merupakan komiditas terbanyak yang diimpor dengan menggunakan fasilitas KILB. Nilai transaksi mencapai Rp21.415.548.000," tuturnya.
Angka itu dinilai tidak wajar karena melebihi kebutuhan konsumsi penduduk Sekayam sebanyak 33.824 jiwa dan Entikong sebanyak 17.641 jiwa.
Purba menambahkan, Bea Cukai Entikong telah berupaya mengurangi peredaran gula di luar dua kecamatan tersebut dengan menerapkan kebijakan pembatasan pembelian gula Malaysia dari enam karung menjadi maksimal dua karung per kendaraan.
Menurutnya, dengan diberlakukannya skema Impor, tentu negara akan mendapat pemasukan. Apalagi gula sebagai komoditas tertinggi yang masuk melalui PLBN Entikong.
"Jika skema impor diberlakukan maka ada pengawasan dan sudah barang tentu pemasukan untuk negara. Jadi tidak hanya lalu lintas keluar masuk kendaraan saja," katanya.
Selain dengan pembatasan jumlah pembelian gula kepada pelintas batas, Bea Cukai juga melakukan penerbitan secara besar-besaran dalam tiga tahun terakhir. Dari tahun 2015 sebagai tahap pertama, dilanjutkan 2016 tahap kedua dan 2017 tahap ketiga hingga Maret.
Hasil yang didapat, rerata penurunan pemasukan gula pada tahap II sebesar 22,24 persen, tahap III turun 24,14 persen dan tahap IV sebanyak 70,18 persen.
Menurut Purba banjirnya komoditas ini di perbatasan karena harganya yang lebih murah dibandingkan gula di Indonesia. Gula Malaysia adalah produk impor dari Thailand dengan nilai jual hanya Rp7.000 per kilogram.
Harga ini memang lebih rendah dari produk Indonesia yakni Rp12.000 per kilogram. Bahkan rendahnya harga juga terjadi pada komoditas lain, misalnya barang merah, susu kental manis, telur ayam dan sosis.
Barang-barang tersebut sudah beredar di Indonesia. Pelintas batas mendapatkannya dengan menggunakan Kartu Identitas Lintas Batas (KILB).
Kemudian dari perjanjian tentang Perdagangan Lintas Batas atau biasa dikenal Border Trade Agreement (BTA) antara Indonesia dan Malaysia terbit 1970 berlaku hingga hari menyebutkan pembelian barang kebutuhan sehari-hari dari Malaysia tidak boleh melebihi RM600 setiap bulannya menggunakan KILB.
Untuk mengantisipasi hal tersebut, Bea Cukai, kemudian memberlakukan beleid ketat penggunaan KILB hanya boleh satu pengguna saja.
Data Bea Cukai Entikong menyebutkan jumlah KILB yang terbit dan masih berlaku per 6 November 2017 sebanyak 18.157 KILB dari jumlah penduduk berusia 17 tahun ke atas di Kecamatan Entikong dan Sekayam dan berhak membuat KILB pada 2017 sebanyak 33.685.
"Sekarang kami tidak melayani pelintas batas yang tidak memiliki KILB, sementara masyarakat perbatasan ingin batas nilai bea yang masuk lebih tinggi dari perjanjian BTA," katanya.
Bea Cukai Entikong harapkan pemberlakuan skema impor
Jumat, 10 November 2017 16:50 WIB