Pontianak (ANTARA) - Kejaksaan Negeri (Kejari) Ketapang resmi menahan tersangka MH, mantan Pj Kepala Desa (Kades) dan HY Bendahara Desa Tanjung Pasar, Kecamatan Muara Pawan, Kabupaten Ketapang, Provinsi Kalimantan Barat.
Keduanya ditahan terkait kasus dugaan korupsi dana Alokasi Dana Desa (ADD) di Desa Tanjung Pasar tahun anggaran 2017 sebesar Rp689 juta.
Kasi intel Kejakasaan Negri Ketapang, Agus Suprianto di Ketapang, Kamis, mengatakan, dugaan korupsi yang dilakukan tersangka pada saat dipercaya menjadi Pj Kepala Desa Tanjung Pasar pada tahun 2016 dan 2017.
"Selama kurang lebih dua tahun itu tersangka diduga menyalahgunakan wewenang jabatan yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Ro689 juta rupiah," ungkapnya.
Dia menegaskan, penahanan terhadap kedua tersangka berdasarkan Surat Perintah Kepala Kejaksaan Negri Ketapang tanggal 13 Oktober 2018 lalu. "Tersangka ini masih berstatus sebagai PNS dan dititipkan sebagai tahanan kejaksaan," jelasnya.
Tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU No. 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No.20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi, Jo passl 55 Ayat (1) ke 1 KUHP.
Sementara itu, tersangka MH menyatakan pihaknya sama sekali tidak berniat membiarkan tiga pembangunan yang dikatakan oleh aparat penegak hukum sebagai pembangunan fiktif.
MH mengaku pihaknya sudah membeli bahan-bahan untuk pembangunan tiga pekerjaan tersebut.
“Seperti semen, batu, pasir, keramik dan bahan-bahan lain sudah kita beli sekitar 60 persen dari nilai Rp105 juta," katanya.
Menurutnya, ketika mau dilaksanakan saat itu batas waktu sudah akhir dan akan dilanjutkan pada bulan Januari sampai Maret.
"Namun keadaan alam tidak mendukung lantaran banjir sehingga tidak bisa dilaksanakan. Barang-barang yang kami belanjakan saat ini masih ada serta sisa uangnya yang tidak digunakan juga telah kami setorkan kembali ke kas desa,” ujarnya.
Selain itu, ujarnya, mengenai dana pekerjaan tahun 2016 yang dilakukan oleh mantan kades sebelumnya yang kemudian dibayarkan pihaknya pada tahun 2017, diakuinya pada tahun 2016 pembangunan tersebut memang ada. "Tapi itu tidak terbayarkan semua karena saat itu hanya keluar satu tahap dana tersebut," katanya.
"Alasan kenapa saya juga tidak tahu, yang pasti saya tidak ada niat mau 'makan' uang desa, karena kesalahan administrasi dan kesalahan bayar yang disangkakan ke saya, dan dari kerugian negara itu, saya tidak ada menggunakannya sama sekali,” katanya.