Pontianak (ANTARA) - Ketua Komisi Informasi Kalimantan Barat, Rospita Vici Paulyn mengatakan berdasarkan penilaian yang dilakukan pihaknya terdapat empat lembaga di Kalbar yang masuk zona hitam atau dinilai tidak informatif.
"Berdasarkan penilaian yang kita lakukan, ada empat lembaga negara yang masuk zona hitam atau dinilai tidak informatif. Antara lain Ombudsman RI Perwakilan Kalimantan Barat, Dewan Pendidikan Kalimantan Barat, Komisi Perlindungan AIDS Kalimantan Barat, dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK)," kata Rospita Vici Paulyn di Pontianak, Senin.
Hal tersebut disampaikan setelah pihaknya merilis badan publik yang dinilai sudah informatif, menuju informatif, cukup informatif, kurang informatif dan tidak informatif, dimana ada 190 badan publik yang dilakukan penilaian.
"Namun hanya 150 badan publik yang kemudian mengembalikan dokumen kuesioner yang dikirimkan untuk dilakukan penilaian tentang keterbukaan informasi. Kami menerapkan lima zona, ada hijau untuk badan publik yang sudah informatif, biru menuju informatif, kuning cukup informatif, merah kurang informatif dan hitam tidak informatif," ujarnya.
Vici, panggilan akrabnya mengatakan salah satu kategori badan publik yang dilakukan penilaian adalah kategori lembaga negara tingkat provinsi Kalimantan Barat di mana ada 13 lembaga negara.
Sementara yang merah atau kurang informatif yakni Komisi Pengawasan Dan Perlindungan Anak Daerah Kalimantan Barat. Lalu yang cukup informatif atau zona kuning yakni Komisi Yudisial RI Perwakilan Kalimantan Barat.
Selanjutnya untuk zona biru atau menuju informatif yakni Pengadilan Tinggi - Pontianak, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas Ham) RI Perwakilan Kalimantan Barat dan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Kalimantan Barat.
Sedangkan yang masuk zona hijau atau sudah informatif Pengadilan Tata Usaha Negara (Ptun) – Pontianak, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kalimantan Barat, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kalimantan Barat dan Pengadilan Tinggi Agama – Pontianak.
Rospita menjelaskan lembaga negara yang masuk zona kuning dan merah, salah satunya berkaitan dengan pengelolaan website sebagai media resmi untuk penyampaian informasi publik tidak maksimal sesuai ketentuan UU.
Faktor lainnya kesadaran sebagai lembaga yang wajib terbuka juga belum maksimal, sehingga tidak mengindahkan dokumen kuesioner yang dikirimkan.
"Tapi ada juga yang sistem di dalam lembaganya tidak tertata dengan baik, sehingga kuesioner tidak tersampaikan ke atasan atau terselip dan hilang," katanya.
Ia menegaskan bahwa keterbukaan informasi menuntut adanya tata kelola informasi dan dokumentasi yang baik. "Tidak tercecer atau berserak, sehingga tidak ada dokumen yang terselip/hilang dan ketika ada orang minta informasi bisa ditemukan dengan mudah," kata dia.
Ia melanjutkan untuk badan publik yang masih berada di Zona kuning, merah, dan hitam, pihaknya membuka ruang seluas-luasnya jika memerlukan bantuan untuk membenahi sistem layanan informasi dan dokumentasinya.
Selain itu, KI Kalbar juga akan melakukan edukasi kepada badan-badan publik tentang apa saja yang harus dilakukan untuk keluar dari zona hitam, merah dan kuning. "Karena targetnya tahun depan semua badan publik harus sudah berada di zona Hijau dan Biru," kata Vici.
Ia menambahkan selanjutnya KI Kalbar juga akan mulai menyasar ke keterbukaan informasi desa mengingat sudah banyak perangkat desa yang berurusan dengan hukum akibat ketidaktahuan terhadap kewajibannya atas informasi publik desa.
"Jadi KI Kalbar berharap untuk badan publik tingkat provinsi, kabupaten dan kota sudah harus berada di zona Informatif atau menuju informatif, mengingat implementasi UU KIP sudah lebih 10 tahun," tuturnya.