Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengidentifikasi potensi tindak pidana korupsi dalam program pencegahan kekerdilan pada anak atau stunting di tahun 2022.
Direktur Koordinasi Supervisi Wilayah III KPK Brigjen Pol. Bahtiar Ujang Purnama, dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Selasa, menyebutkan potensi tindak pidana korupsi tersebut terjadi pada tahap pengadaan, distribusi, dan pelaksanaan intervensi program percepatan penurunan stunting, serta identifikasi ketepatan sasaran penerima manfaat program tersebut.
"Potensi risiko korupsi juga muncul berupa indikasi kegiatan fiktif, baik di level Pemerintah pusat, provinsi, kabupaten dan kota maupun kelurahan atau desa. Lalu, pada duplikasi anggaran dalam percepatan program stunting," kata Bahtiar dalam rapat koordinasi yang digelar KPK secara virtual, Selasa.
Rakor dukungan informasi program percepatan penurunan stunting di pemerintah daerah (pemda) tersebut merupakan tindak lanjut terhadap pengaduan dari masyarakat yang diterima KPK terkait pengelolaan dana percepatan penurunan stunting di daerah.
Ujang mengatakan KPK mendorong upaya pencegahan korupsi dalam program percepatan penurunan stunting tersebut, sehingga pelaksaannya terhindar dari praktik korupsi yang dapat mendegradasi manfaat program strategi nasional.
KPK juga meminta penjelasan dari para pihak terkait mengenai kemajuan program di bawah koordinasi Wakil Presiden Ma'ruf Amin selaku Ketua Pengarah Tim Percepatan Penurunan Stunting tersebut, khususnya yang telah berjalan di pemda.
Sementara itu, Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pembangunan Manusia dan Pemerataan Pembangunan Sekretariat Wakil Presiden (Setwapres) Suprayoga Hadi, yang turut mengikuti rakor tersebut, mengatakan Wapres Ma'ruf Amin memasang target penurunan prevalensi stunting secara nasional menjadi 14 persen pada 2024, kemudian menjadi nol persen pada 2030.
Sejak program itu dimulai pada 2018, lanjutnya, Tim Percepatan Penurunan Stunting telah menurunkan prevalensi menjadi 24 persen di 2021, dari angka awal di atas 27 persen. Program tersebut dijalankan di setiap daerah, mulai dari perencanaan, pelaksanaan hingga pelaporan tiap daerah, tambahnya.
"Kami juga mempunyai Tim Percepatan Penurunan Stunting di level provinsi, kabupaten hingga desa," kata Suprayoga.
Dia merinci anggaran percepatan penurunan stunting mulai dari Rp24 triliun di 2018, Rp29 triliun di 2019, Rp39,8 triliun di 2020, dan Rp35,3 triliun di 2021. Anggaran sebesar itu, lanjutnya, menjadi bukti keseriusan Pemerintah dalam menekan angka stunting.
KPK juga mempertanyakan apakah ada strategi khusus dari Pemerintah untuk mempercepat penurunan stunting, sebab masih ada sejumlah provinsi dengan tingkat prevalensi stunting di atas 30 persen, mengingat untuk mencapai target 14 persen tinggal dua tahun lagi.
Suprayoga menjelaskan Presiden Joko Widodo telah memerintahkan untuk memberikan perhatian khusus bagi tujuh provinsi dengan tingkat prevalensi stunting masih tinggi, yaitu Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi Barat, Aceh, Nusa Tenggara Barat (NTB), Sulawesi Tenggara, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Barat.
"Upaya percepatan di sana harus lebih istimewa, lebih extraordinary. Ada juga lima provinsi yang jumlah stunting-nya besar karena penduduknya padat, yaitu Jabar (Jawa Barat), Jateng (Jawa Tengah), Jatim (Jawa Timur), Banten, dan Sumut (Sumatera Utara). Jadi, 12 provinsi itu yang perlu diberi penekanan khusus pada 2022 hingga 2024," katanya.
Sementara itu, Deputi Bidang Pembangunan Manusia Masyarakat dan Kebudayaan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Subandi Sardjoko mengakui jika anggaran percepatan penurunan stunting sangat besar dan perlu pengawasan, sehingga manfaat program tersebut benar-benar sampai ke masyarakat.
"Kami perlu kerja sama dengan KPK, karena alokasi dana besar dan sasaran lokasinya luas. Kami berharap alokasi ini tepat sasaran," ujar Subandi.
Turut mengikuti rakor tersebut antara lain Pelaksana Harian (Plh.) Direktur Koordinasi Supervisi Wilayah IV KPK Jarot Faizal, Direktur Koordinasi Supervisi Wilayah V KPK Budi Waluya, serta Asisten Deputi Penanggulangan Kemiskinan Setwapres Abdul Mu'is.
KPK identifikasi potensi tipikor dalam program pencegahan "stunting"
Selasa, 22 Februari 2022 21:10 WIB