Beijing (ANTARA) - Produksi dan penjualan kendaraan bertenaga listrik (electric vehicle/EV) di China masih menempati urutan teratas di dunia selama delapan tahun berturut-turut, tetapi ketergantungan China pada bahan material impor juga tinggi.
"Kendaraan listrik China mencapai perkembangan yang pesat dan telah memasuki periode popularisasi massal. Namun, masih ada kendala bahan material untuk baterai dan lokalisasi cip semikonduktor kendaraan," kata General Manager BAIC Group Zhang Xiyong saat berbicara pada Forum EV100 China di Beijing, Minggu (2/4).
EV100 merupakan lembaga penelitian dan pengembangan industri kendaraan listrik China.
Pada 2022 China mampu menjual 6,89 juta unit kendaraan listrik, atau meningkat 93,4 persen dibandingkan 2021.
China masih tergantung pada impor kobalt dan nikel untuk litium. Data dari kepabeanan setempat (GACC) menunjukkan bahwa China telah mengimpor 21.453 ton litium karbon selama periode Januari-Februari 2023, naik 31 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Bahan mentah tersebut diimpor dari negara-negara di Amerika Latin, seperti Chile (87,4 persen) dan Argentina (11 persen).
Selain itu, China juga masih sangat bergantung pada cip dari Eropa dan Amerika Serikat. Hingga 2021, swasembada cip semikonduktor mobil China masih kurang dari 5 persen kebutuhan, menurut Asosiasi Industri Mobil China (CAAM).
Sebagai fondasi mobil pintar, cip tetap menjadi prioritas utama rantai pasokan, kata Ketua Umum EV100 China Chen Qingtai seperti dikutip oleh Global Times.
Ia menyebutkan pada 2030, cip akan memakan lebih dari 20 persen total biaya material mobil kelas atas, atau meningkat lima kali lipat dibandingkan pada 2019.
Pada tahun itu pula, kata dia, biaya perangkat lunak mobil pintar akan mencapai 60 persen dari biaya produksi, dibandingkan dengan saat ini yang baru mencapai 15 persen.