Jakarta (ANTARA) - Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan tekanan komoditas beras terhadap inflasi mulai menunjukkan pelemahan pada November 2023, yakni 0,43 persen (month-to-month/mtm).
Sebelumnya, beras menjadi komoditas utama penyumbang inflasi September dan Oktober, yakni dengan catatan inflasi masing-masing sebesar 5,61 persen dan 1,72 persen mtm.
“Pada November 2023, beras mengalami inflasi dengan tekanan yang terus melemah, yaitu 0,43 persen. Kondisi tersebut sejalan dengan kondisi yang terjadi pada inflasi beras di akhir tahun 2022, di mana pada November tahun lalu tekanan inflasi beras melemah dibandingkan bulan sebelumnya,” kata Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS Moh Edy Mahmud di Jakarta, Jumat.
Menurut Edy, pelemahan tersebut disebabkan bertambahnya kota yang mengalami deflasi beras jika dibandingkan dengan tiga bulan sebelumnya.
Pada Agustus, jumlahnya yaitu 68 kota inflasi, 14 kota deflasi, dan 8 kota stabil. Kemudian, berubah pada September menjadi 85 kota inflasi, 4 kota deflasi, dan 1 kota stabil.
Peningkatan jumlah kota yang mengalami inflasi beras meningkat pada Oktober, yakni menjadi 87 kota inflasi, 2 kota deflasi, dan 1 kota stabil.
Sementara pada November, tercatat 59 kota mengalami inflasi beras, 21 kota mengalami deflasi, dan 10 kota stabil.
Menurut Edy, beras pada tingkat produsen telah terjadi penurunan, namun belum tertransmisi sampai ke level pedagang. “Jadi, bulan ini masih terjadi inflasi beras, tapi semakin kecil,” jelas Edy.
Edy memperkirakan harga beras dapat lebih terkendali pada Januari hingga Maret 2024, menimbang potensi peningkatan produksi yang dapat mencukupi kebutuhan beras.
“Kita berharap tahun depan tidak terjadi lagi kenaikan beras seperti yang terjadi tahun ini. Tentunya dengan kebijakan pemerintah tentang penyediaan beras akan mengurangi kenaikan beras pada tahun depan,” ujar dia.
Baca juga: Nilai tukar petani pada November 2023 tercatat naik 0,82 persen
Baca juga: Beras masih jadi penyumbang inflasi terbesar di Kota Pontianak