Pontianak (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat siap melanjutkan semangat otonomi daerah yang telah berlangsung selama 28 tahun dengan mengedepankan program prioritas yang telah diakomodasi dalam APBD, yakni menyelesaikan masalah stunting, kemiskinan ekstrem, dan stabilitas perekonomian.
"Kita (Pemprov Kalbar) tentu siap melanjutkan peningkatan dan pembangunan di Kalimantan Barat. APBD kami telah memperhitungkan semua kebutuhan prioritas dalam pembangunan di daerah yang kita cintai ini," kata Penjabat (Pj) Sekda Kalbar Muhammad Bari saat memimpin upacara peringatan Hari Otonomi Daerah ke-XXVIII yang diadakan di Halaman Kantor Gubernur Kalimantan Barat, Kamis.
Bari mengatakan, dalam sejarah singkat otonomi daerah dimulai setelah ditetapkannya UU nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang memberikan kewenangan penuh kepada pemerintah daerah kecuali untuk urusan tertentu seperti agama, politik luar negeri, pertahanan, keamanan, peradilan, dan moneter. Setelah UU 22 tahun 1999, terjadi pembentukan daerah otonomi baru (DOB) sebanyak 7 provinsi, 115 kabupaten, dan 26 kota.
Dalam pengaturan otonomi daerah dan desentralisasi lebih lanjut, diterbitkan UU no. 32 tahun 2004 sebagai perubahan UU 22 tahun 1999. Selama masa pelaksanaan UU 32 tahun 2004 dari tahun 2005 hingga 2014, terbentuk 1 provinsi, 66 kabupaten, dan 8 kota baru. UU ini juga mengatur pemilihan kepala daerah secara langsung untuk pertama kalinya.
Kemudian, untuk lebih memperjelas pengaturan tentang pemerintahan daerah, pilkada, dan desa, diterbitkan UU no. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
"Hingga tahun 2022, terdapat 34 provinsi, 415 kabupaten, dan 93 kota yang merupakan daerah otonom di Indonesia. Kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah terus berlanjut sebagai komitmen pemerintahan Presiden Joko Widodo untuk mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia," tuturnya.
Dalam upaya pemerataan pembangunan, khususnya di wilayah Papua, pemerintah melakukan pemekaran daerah otonom baru provinsi di Papua, termasuk Papua Selatan, Papua Tengah, Papua Pegunungan, dan Papua Barat Daya, sehingga total daerah otonom di Indonesia menjadi 38 provinsi, 415 kabupaten, dan 93 kota.
Penjabat Sekretaris Daerah Mohammad Bari, membacakan arahan dari Menteri Dalam Negeri, menyebutkan bahwa tema Hari Otonomi Daerah ke-XXVIII dipilih untuk memperkuat komitmen, tanggung jawab, dan kesadaran seluruh jajaran Pemerintah Daerah dalam membangun keberlanjutan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup di tingkat lokal serta mempromosikan model ekonomi yang ramah lingkungan untuk menciptakan masa depan yang berkelanjutan bagi generasi mendatang.
"Perjalanan kebijakan otonomi daerah selama lebih dari seperempat abad merupakan momentum yang tepat bagi kita semua untuk memaknai kembali arti, filosofi, dan tujuan dari otonomi daerah. Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia," katanya.
Hal tersebut sebagaimana diatur dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dengan filosofi otonomi daerah dilandaskan pada prinsip-prinsip dasar yang tertuang dalam Pasal 18 UUD 1945.
"Berangkat dari prinsip dasar inilah, otonomi daerah dirancang untuk mencapai dua tujuan utama, termasuk tujuan kesejahteraan dan tujuan demokrasi," kata Bari.
Selain mendorong partisipasi masyarakat, kebijakan desentralisasi juga diharapkan dapat memperbaiki tata hubungan pusat-daerah sehingga menjadi lebih proporsional, harmonis dan produktif dalam rangka penguatan persatuan dan kesatuan bangsa.
"Kedua tujuan otonomi daerah ini tidak bersifat eksklusif atau terpisah satu sama lain, namun pencapaian satu tujuan secara tidak langsung akan mempengaruhi percepatan pencapaian tujuan lainnya," tuturnya.
Menurutnya, peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui perbaikan kualitas pelayanan publik akan berdampak pada peningkatan partisipasi politik dan iklim politik yang kondusif dan demikian pula sebaliknya.
"Penguatan partisipasi masyarakat yang bertanggung jawab dan tidak anarkis dapat menciptakan daerah yang ramah investor (investment-friendly) sehingga dapat mendorong percepatan perbaikan kualitas pelayanan publik dan peningkatan kesejahteraan masyarakat," kata Bari.