Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendorong Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) untuk memperbaiki tata kelola pertambangan di wilayahnya serta memperkuat sinergi antara pemerintah daerah, kementerian terkait, dan sektor swasta.
Sesuai dengan tugas dan fungsi KPK khususnya pada bidang korsup, kata Kepala Satuan Tugas (Kasatgas) Koordinasi dan Supervisi (Korsup) Wilayah V KPK Dian Patria, kehadiran KPK untuk menjadi jembatan yang menghubungkan pemerintah dengan berbagai pemangku kepentingan dalam sektor pertambangan.
"Peran ini memastikan bahwa seluruh proses tata kelola dapat diawasi secara efektif, termasuk kepatuhan terhadap kewajiban keuangan, ketentuan tata ruang dan lingkungan, serta izin usaha," kata Dian dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu.
Dian melanjutkan, "Jangan sampai ada pembiaran. Di sini, Pemerintah harus hadir untuk memastikan para pemilik izin usaha pertambangan (IUP) patuh terhadap berbagai peraturan, mulai dari soal lingkungan, tata ruang, hingga pajak, termasuk permasalahan PETI (pertambangan tanpa izin) yang dampaknya sudah sama-sama kita tahu."
Ia mengatakan bahwa KPK terus berupaya mencegah berbagai pelanggaran seperti tindak pidana korupsi, manipulasi data, dan pelanggaran hukum lainnya yang kerap terjadi dalam pengelolaan sumber daya alam (SDA).
Dikutip dari data Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) pada tahun 2023, NTB menjadi salah satu daerah penghasil emas terbesar di Indonesia. Misalnya, di Tambang Batu Hijau Sumbawa, yang memiliki cadangan emas sebanyak 2,7 juta ton.
Baca juga: KPK menutup lokasi tambang emas ilegal di Sekotong NTB
Di sisi lain, Dinas ESDM NTB 2023 mencatat NTB memiliki lebih dari 222 IUP batuan dan bukan logam provinsi dengan IUP yang melaksanakan good mining practice (praktik penambangan yang baik).
Untuk itu, kerja sama lintas sektor yang melibatkan KPK, Pemerintah Provinsi NTB, pemerintah kabupaten/kota, Kementerian ESDM, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), serta Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), menurut dia, menjadi penting untuk memastikan tata kelola pertambangan yang lebih transparan, akuntabel, dan berkelanjutan.
Dian juga turut memetakan sejumlah tantangan di sektor pertambangan seperti resentralisasi kewenangan, ketidakpatuhan pemegang izin, dampak lingkungan, isu tenaga kerja asing, dan maraknya pertambangan ilegal.