Denpasar (ANTARA Kalbar) - Seniman Indonesia dan Jepang mengkolaborasikan seni topeng ke dalam sebuah pementasan yang diangkat dari cerita masyarakat Bali yakni Basur diadopsi dari cerita Calonarang menjadi kreasi seni sederhana, baru, dan unik.
Perpaduan unsur budaya dari dua negara itu dipentaskan oleh Sanggar WBC Cudamani dari Desa Pengosekan, Ubud, Kabupaten Gianyar, Bali, dengan tujuh seniman dari Setagaya-ku Non Profit Organization (NPO) Stage 21, Tokyo, Jepang, di Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya Denpasar, Jumat malam.
"Kami padukan budaya tari topeng Bali dengan topeng Noh dari Jepang menjadi sebuah kreasi seni yang lebih sederhana namun tidak menghilangkan inti pesan yang ingin disampaikan," kata seniman Ketut Sweca.
Dia mengatakan bahwa selama proses latihan yang dilakukan selama seminggu tidak menemukan kesulitan berarti karena budaya dua negara sama-sama memiliki kemiripan seperti menggunakan topeng dalam seni pertunjukan.
Biasanya dalam pementasan Calonarang akan memakan waktu lebih dari satu jam, namun dalam satu kolaborasi seni itu pementasan menjadi lebih singkat dan sederhana yakni sekitar 25 menit.
Uniknya pemeran utama Basur diperankan oleh seniman Jepang, Reijiro Tsumura dengan menggunakan bahasa Jepang.
Dalam pementasan itu dikisahkan kekecewaan dan kemarahan Basur karena lamarannnya ditolak Ni Sokasti yang diperankan Ni Nyoman Candri, untuk dinikahkan dengan anaknya bernama Tigaron diperankan Koji Okukawa, yang telah tergila-gila dengan Sokasti.
Dilain pihak seorang wanita bernama I Garu diperankan juga oleh Ni Nyoman Candri, yang sangat mencintai Tigaron.
Kekhawatiranpun muncul karena Basur memiliki ilmu hitam dan I Garu yang dendam, menantang Basur untuk mengadu kesaktian.
Munculnya seorang dukun sakti yang diperankan Ketut Sweca, menasehati keduanya agar menghentikan pertikaian dan yang perlu dilakukan ialah kerja sama dan saling mengisi.
Akhirnya mereka pun berdamai dan bertobat bahwa tidak akan mengulanginya.
Melalui pementasan itu, pesan moral yang ingin disampaikan yakni adanya rasa "paras paros" yang berarti meskipun dalam kehidupan ada dinamika, namun kebersamaan tetap dijaga.
Selain cerita Basur, seniman dua negara juga menampilkan seni pertunjukan teatrikal kontemporer.
Selain topeng, unsur musik tradisional juga dipadukan antara seruling bambu khas Bali dengan seruling Jepang "nakon" yang menghasilkan alunan suara merdu.
(PSO-330)