Jakarta (ANTARA Kalbar) - Komisi Pemberantasan Korupsi segera mengeksekusi putusan Mahkamah Agung (MA) yang memperberat hukuman atas terdakwa kasus dugaan korupsi pembangunan Wisma Atlet Palembang, Muhammad Nazaruddin menjadi tujuh tahun penjara.
"Setelah KPK menerima petikan putusan kasasi MA maka kami akan segera melakukan eksekusi," kata Juru Bicara KPK Johan Budi di Jakarta, Rabu.
Pada Selasa (22/1) MA mengabulkan permohonan Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi dengan menambah hukuman Nazaruddin dari empat tahun 10 bulan dengan denda Rp200 juta menjadi tujuh tahun dan denda Rp300 juta.
"Putusan MA ini lebih berat dibandingkan putusan banding karena dalam putusan MA yang terbukti adalah pasal 12 huruf b," tambah Johan.
Pada putusan awal di pengadilan negeri Tipikor, pasal yang terbukti untuk Nazar adalah pasal 11 Undang-undang No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah pada UU No 20 tahun 2001 yang berisi penyelenggara negara yang menerima hadiah padahal diketahui bahwa hadiah tersebut diberikan karena kekuasaan yang berhubungan dengan jabatannya dengan pidana penjara penjara paling lama 5 tahun.
Sementara pasal 12 hurub b adalah tentang penyelenggara negara yang menerima hadiah padahal diketahui bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatan yang bertentangan dengan kewajiban dengan hukuman paling lama 20 tahun.
"Pasal 12 huruf b itu hukumannya bisa lebih berat, kasasi untuk KPK adalah upaya terakhir, kami berhenti pada kasasi," jelas Johan.
Saat ditanya bila Nazaruddin akan mengajukan Peninjauan Kembali (PK), Johan menyatakan bahwa eksekusi hukuman tetap akan berlangsung.
"Kalau ada upaya hukum lain dari terdakwa atau terpidana itu haknya tapi kita anggap putusan kasasi adalah final dan segera dieksekusi," tambah Johan.
Putusan MA itu menurut Johan juga dapat menjadi dasar pengembangan kasus yang melibatkan Nazaruddin.
"Kasus Nazaruddin belum selesai, masih ada pengembangan kasus seperti tindak pidana pencucian uang (TPPU), ada juga kasus Angelina Sondakh yang belum berkekuatan hukum tetap karena KPK masih banding, dan tentu nanti kami pelajari pertimbangan hakim kasasi apakah bisa jadi bahan pengembangan," jelas Johan.
KPK sendiri masih menangani sejumlah kasus yang melibatkan mantan bendahara umum Partai Demokrat tersebut seperti kasus TPPU Nazar dalam pembelian saham Garuda dan pemberian suap kepada rekan Nazaruddin di Partai Demokrat Angelina Sondakh terkait pengaturan anggaran di Kemendiknas dan Kemenpora, Angie dalam perkara tersebut divonis 4 tahun 6 bulan dengan denda Rp250 tahun.
(D017)