Kediri (Antara Kalbar) - Jaringan Islam Antidiskriminasi (JIAD) Jawa Timur mengecam keputusan pemerintah yang melakukan upaya paksa pemindahan para pengungsi kelompok minoritas korban tragedi kerusuhan Sampang dari Rumah Susun Jemundo Sidoarjo ke Asrama Haji Sukolilo Surabaya.
"Ada 16 KK (kepala keluarga) yang hari ini dipindah. Mereka diminta membuat surat kontrak, pindah ke Asrama Haji Sukolilo," kata Koordinator Presidium JIAD Jatim Aan Anshori kepada wartawan, Minggu.
Ia mengatakan, pemindahan itu dilakukan oleh Kementerian Agama Provinsi Jatim. Tercatat 167 pengungsi asal Sampang yang tinggal di Rusun Jemundo. Mereka direncanakan dipindah secara bertahap.
Pihaknya mengecam tindakan Kemenag Jatim yang memindah paksa sebagian pengungsi korban bentrok bernuansa perbedaan keyakinan asal Sampang itu ke Asrama Haji Sukolilo.
JIAD menilai, asrama itu akan difungsikan sebagai "kamp pencucian otak pengungsi" agar kelak berpindah keyakinan. Aan Anshori menyebutnya kegiatan itu sebagai "operasi kubah hijau" (OKH).
Asrama Haji Sukolilo dipilih karena mempunyai sistem pengamanan yang lebih maksimum ketimbang Rusun Jemundo. Ketatnya sistem pengamanan ini akan memberikan keleluasaan bagi pemerintah dan kelompok mayoritas di Sampang untuk menjalankan misinya.
"Kami juga minta agar Presiden (dalam hal ini Menteri Agama) segera menghentikan kegiatan itu terhadap pengungsi," katanya tegas.
Menurut dia, operasi itu sebenarnya gerakan sistematis yang bertujuan mendongkrak elektabilitas salah satu kandidat pada Pemilu Presiden 2014. Dalam kasus tersebut, kegiatan itu beroperasi dengan target memaksa para pengungsi asal Sampang kembali (ke ajaran mayoritas di Sampang) sebagai syarat mutlak pulang ke kampung halaman.
Aan juga menyebut, operasi itu tidak hanya melibatkan jajaran aparat penegak hukum dan birokrasi dari pusat hingga daerah, melainkan juga menggandeng akademisi, tokoh agama serta secara tidak langsung bersinergi dengan berbagai organisasi kemasyarakatan yang didanai lembaga-lembaga asing dari kawasan Timur Tengah.
Lembaga penyandang dana ini memang bertujuan untuk mengkampanyekan jargon Islam Transnasional, sebuah paham yang tidak toleransi terhadap keberagaman keyakinan di Indonesia.
Pegiat jaringan Gusdurian Jatim ini juga mengatakan, operasi tersebut (OKH) sangat aktif melakukan kampanye agar anti terhadap kelompok minoritas di Sampang, dengan menggunakan tokoh-tokoh agama di tingkat lokal. Tujuan jangka pendeknya adalah mempersekusi keyakinan kelompok minoritas itu agar mengikuti kembali ajaran yang dianut kelompok mayoritas.
Sebagai catatan, pada akhir Oktober 2012, sekitar 30 warga dari kelompok minoritas ditobatkan dan disaksikan oleh otoritas lokal Sampang. Pada tanggal 6 Agustus 2013 lebih dari enam orang kelompok minoritas juga ditobatkan di hadapan pejabat lokal dan ulama setempat.
Pihaknya juga menuntut pemerintah agar mengembalikan seluruh pengungsi Sampang tersebut ke kampung halamannya tanpa syarat.
"Konstitusi republik ini masih menyatakan secara tegas bahwa setiap individu dijamin kebebasannya dalam menentukan dan menjalankan agama dan keyakinannya masing-masing," pungkas Aan.