Jakarta (Antara Kalbar) - Gebrakan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo kembali ditunjukkan. Setelah menyelesaikan permasalahan pemukim Waduk Ria-Rio, menata Pasar Tanah Abang dan terjun langsung menangani banjir, gubernur yang gemar blusukan ini kembali menunjukkan janjinya untuk menata permukiman kumuh.
Penataan kampung merupakan salah satu program Jokowi, panggilan akrab Joko Widodo, untuk menata permukiman kumuh di ibu kota. Termasuk di dalamnya adalah program kampung deret, yaitu semacam bedah rumah untuk memperbaiki rumah-rumah di permukiman kumuh menjadi lebih sehat dan layak huni.
Beberapa kampung deret telah Jokowi resmikan sejak April lalu antara lain di Petogogan, Pasar Minggu, Cilandak, Gandaria dan Cililitan. Jokowi menyatakan bahwa pada 2014 akan ada 70 kampung deret dibangun di Jakarta.
Di antara beberapa kampung deret yang ada di Jakarta, Kampung Deret Petogogan menjadi salah satu percontohan bagi yang lain. Kampung Deret Petotogan yang terdiri atas 124 unit berdiri di RT 08, RT 10, RT 11 dan RT 12 di RW 05 Kelurahan Petogogan.
Beberapa warga di Kampung Deret Petogogan menyampaikan rasa senangnya menerima bantuan program tersebut. Salah satu alasannya adalah mereka dijanjikan akan mendapat sertifikat hak guna bangunan (HGB).
"Kami menempati rumah ini warisan dari orang tua. Orang tua kami dulu ada yang bekerja di DPU, PDAM dan Pemda DKI. Sebelumnya kami hanya memiliki surat hak pakai saja," kata Santi (40), salah satu warga.
Santi (47), warga yang lain, juga menyatakan hal senada. Dia merasa bersyukur Pemerintah Provinsi DKI Jakarta di bawah Gubernur Jokowi tetap mengizinkan mereka di tinggal di tempat itu.
"Kalau orang Jawa bilang, 'masih untung'. Masih untung dapat tempat di sini, tidak diusir. Tidak perlu sewa. Tidak perlu mencicil," ujarnya.
Santi dan Sariah mengatakan sejak dibangun kampung deret, permukiman mereka juga menjadi lebih tertata. Sebelumnya, permukiman mereka lebih padat sehingga sirkulasi udara dan cahaya tidak baik. Dengan dibangun kampung deret, permukiman mereka lebih terang dan sirkulasi udara lebih baik.
Apalagi, program kampung deret juga membuatkan taman di bagian tengah permukiman. Taman tersebut juga dilengkapi dengan area taman bermain yang tidak terlalu besar bagi anak-anak.
"Taman itu menjadi tempat berkumpul warga. Kalau pagi, bapak-bapak sering berkumpul sebelum berangkat kerja. Agak siang, anak-anak yang belum sekolah suka bermain. Agak sore, giliran anak-anak yang pulang sekolah. Malamnya, anak-anak muda yang 'nongkrong'," kata Sariah.
Keluhkan Jemuran
Bagaikan dua sisi mata uang, bukan berarti tidak ada yang dikeluhkan warga tentang rumah-rumah yang mereka tempati di Kampung Deret Petogogan. Salah satu yang mereka keluhkan adalah tidak adanya sarana atau area untuk menjemur.
Karena tidak ada sarana atau area khusus untuk menjemur pakaian, akhirnya mereka pun berinisiatif membuat jemuran cucian di depan rumah.
"Terpaksa. Kalau seperti ini kan jadi membuat pemandangan tidak indah. Bisa jadi terlihat kumuh lagi," kata Sariah.
Sariah menduga konsultan yang merencanakan kampung deret tidak memperhitungkan area atau sarana untuk menjemur cucian atau pakaian. Hal itu terlihat dengan tidak adanya sarana atau area untuk menjemur sama sekali.
Selain tidak adanya sarana untuk menjemur, warga juga menuturkan rumah yang mereka tempati tampaknya belum selesai sepenuhnya. Dinding rumah bagian dalam, misalnya, belum diplester dan diaci sehingga terlihat batako yang digunakan untuk membangun.
"Lantai di bagian atas juga tidak dipasang keramik. Namun, kami tetap bersyukur mendapatkan rumah ini," kata Santi.
Sariah dan Santi mengatakan untuk memperindah rumah, pada akhirnya mereka harus menggunakan biaya sendiri. Sariah misalnya, sudah mengeluarkan biaya Rp8 juta untuk memplester dan mengaci dinding rumahnya. Sedangkan Santi sudah habis Rp3 juta untuk memberi material.
"Ya dipercantik sedikit-sedikit kalau ada uangnya. Saya sudah habis Rp3 juta untuk material saja karena tidak pakai tukang," kata Santi sambil menunjukkan dinding rumahnya yang belum seluruhnya diplester.
Solusi Permukiman Kumuh
Keberadaan kampung deret di Jakarta, apabila berhasil, tentu bisa menjadi solusi bagi permukiman kumuh yang ada di kota-kota besar. Apalagi, Jokowi optimistis kampung deret bisa dibangun di daerah lain di Indonesia.
"Sangat memungkinkan dibangun program ini di kota lain," ujar Jokowi di salah satu kesempatan.
Yang paling penting dari program kampung deret, kata Jokowi, adalah membuat warga yang sebelumnya biasa hidup kumuh dan tidak layak menjadi lebih bersih, sehat dan teratur.
Jokowi mengatakan yang juga perlu diperhatikan adalah kesesuaian antara desain kampung deret dengan karakter dan identitas warga yang tinggal di daerah tersebut.
Misalnya, desain rumah masyarakat di kawasan pertanian tentu berbeda dengan masyarakat yang tinggal di wilayah laut.
"Harus disesuaikan dengan karakter dan identitas. Rumah panggung atau tidak. Dindingnya tembok atau kayu," katanya.
Jokowi mengatakan keberhasilan pembangunan kampung deret pada 2013 yang sudah mulai dihuni sejak April 2014 berdampak positif terhadap perkembangan program tersebut selanjutnya. Jokowi mengklaim, warga yang wilayahnya menjadi sasaran program kampung deret sudah melihat contoh kampung deret yang sudah ada.
"Sudah langsung setuju. Kalau dulu harus aktif sosialisasi tentang konsep kampung deret. Sekarang warga yang mengejar-ngejar pembangunan kampung deret," ujarnya.
Pembangunan kampung deret pertama kali dilakukan di kawasan Tanah Tinggi yang sebelumnya dilanda kebakaran. Pembangunan dilakukan dengan dana "corporate social responsibility" (CSR) dari beberapa perusahaan rekanan.
Sinergi Dengan Rusunawa
Pengamat Perkotaan dari Universitas Indonesia (UI)Mohammad Riduansyah menilai untuk mengatasi masalah pemukiman kumuh di Jakarta tidak hanya melalui kampung deret melainkan harus disinergikan dengan pengembangan rumah susun sederhana (rusunawa) yang saat ini juga sedang dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta.
"Secara konseptual, kampung deret dapat mengatasi sebagian masalah pemukiman kumuh. Hal lain yang perlu dikembangkan dan diperkuat juga adalah pengembangan rusunawa bekerjasama dengan pengembang," katanya.
Menurutnya, rusunawa yang dikelola secara terpadu, disamping sebagai tempat hunian, juga menyediakan fasilitas umum dan sosial lainya seperti sekolah, klinik dan tempat usaha agar penghuninya jauh dengan akses kehidupan mereka.
"Kampung deret dan rusunawa harus di jalankan secara bersamaan untuk menciptakan permukiman yang sehat dan teratur," katanya.
Rusunawa tersebut dapat melibatkan pengembang dan dananya bisa berasal dari CSR perusahaan yang selama ini berdomisili dan mendapatkan manfaat di DKI Jakarta.
Artikel - Mengubah Permukiman Kumuh Jadi Kampung Deret
Sabtu, 17 Mei 2014 11:29 WIB