Mataram (Antara Kalbar) - Aparat gabungan menggerebek rumah toko di Jalan Bung Hatta Nomor 35 Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, yang menimbun belasan ribu ekor benih lobster ukuran karapas di bawah delapan centimeter siap ekspor, Selasa.
Aparat gabungan tersebut terdiri atas anggota Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Labuhan Lombok, Kabupaten Lombok Timur, Balai Karantina Ikan Kelas I Selaparang Mataram, dan anggota Direktorat Reserse dan Kriminal Khusus (Direskrimsus) Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat (NTB).
Belasan ribu ekor benih lobster yang disita diduga hasil tangkapan nelayan di perairan laut Kecamatan Jerowaru, Kabupaten Lombok Timur.
Aparat juga menyita berbagai jenis peralatan yang dipakai sebagai media pengiriman benih lobster, seperti "steorofoam", keranjang, koper, timbangan dan oksigen.
Sementara pemilik benih lobster yang belum diketahui identitasnya tidak berhasil diamankan karena diduga kabur setelah mengetahui aparat mendatangi tempatnya.
Kepala Satuan Kerja PSDKP Labuhan Lombok Mubarak mengatakan belasan ribu benih lobster tersebut diduga akan dikirim ke Vietnam menggunakan koper melalui jalur laut.
"Benih lobster ini kemungkinan akan dikirim lewat pelabuhan penyeberangan tidak resmi di Kabupaten Lombok Utara, menuju Bali, baru ke Batam dengan tujuan Singapura, baru dikirim kembali ke Vietnam," katanya.
Mubarak menjelaskan upaya penyitaan terhadap belasan benih lobster tersebut dalam rangka menjalankan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 1/Permen-KP/2015 tentang Penangkapan Lobster, Kepiting dan Rajungan.
Di dalam pasal 3 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan tersebut dijelaskan bahwa penangkapan lobster, kepiting dan rajungan dapat dilakukan dengan ukuran yakni panjang karapas lebih dari delapan centimeter untuk lobster, kepiting lebar karapas lebih dari 15 centimeter, dan rajungan dengan ukuran karapas lebih dari 10 centimeter.
Menurut dia, pemilik benih lobster ilegal tersebut terancam dikenakan sanksi pidana kurungan penjara maksimal 10 tahun dan denda maksimal Rp2 miliar.
Sanksi itu sudah diatur di dalam Undang-Undang (UU) Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan, sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 45 tahun 2009 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan.
"Kami juga akan mengembangkan kasus ini terkait dengan perizinan usaha perdagangan hasil perikanan. Kalau terbukti tidak memiliki izin, maka bisa dikenakan pasal berlapis," kata Mubarak.