Kinshasa (Antara Kalbar) - Sejumlah keluarga di Republik Demokratik Kongo telah menyeru pemerintah untuk menggali kuburan massal yang mereka katakan mungkin berisi 34 jenazah kerabat mereka yang dikhawatirkan ditahan dan dieksekusi oleh pasukan keamanan.
Beberapa orang belum terlihat sejak demonstrasi yang diwarnai kekerasan meletus pada Januari untuk menentang usulan Undang-Undang pemilihan umum yang menurut para kritikus merupakan taktik untuk mempertahankan Presiden Joseph Kabila tetap berkuasa setelah berakhirnya mandatnya pada tahun 2016, lapor Reuters.
Dua puluh enam orang telah hilang sejak tindakan keras terhadap geng jalanan di ibukota Kinshasa pada akhir 2013 dan awal 2014, yang disebut Operation Likofi, atau "pukulan" dalam bahasa nasional, Lingala.
Para anggota keluarga itu mengatakan dalam sebuah surat kepada jaksa nasional, Floribert Kabange Numbi, yang juga disampaikan kepada publik pada Senin, bahwa mereka belum menemukan jenazah dari orang-orang yang mereka percaya telah tewas.
"Kami ... menuntut, penyelidikan kredibel independen dari kuburan massal di Maluku, tanpa campur tangan politik dan dengan partisipasi peneliti Kongo dan internasional yang akan menggali jenazah dan melakukan tes DNA," tulis mereka.
Nama-nama terduga korban dicetak di samping tanda tangan dari anggota keluarga.
Pemerintah provinsi mengatakan mereka menguburkan 421 janin, bakal bayi dan jenazah tidak dikenal pada 19 Maret di sebuah komune pedesaan ibukota Kinshasa untuk mengosongkan kamar jenazah di pusat yang penuh sesak.
Kelompok-kelompok HAM mengatakan mereka menduga makam itu berisi jenazah orang yang tewas oleh pasukan keamanan selama protes Januari dan Operasi Likofi.
Human Rights Watch (HRW) yang berkantor di New York, Senin, juga menyeru dilakukannya penggalian dan mengatakan pasukan keamanan menewaskan sedikitnya 38 warga sipil selama protes Januari dan mengeksekusi setidaknya 51 orang di Kinshasa selama tindakan keras anti-geng.
Seorang jaksa di Kinshasa sedang menyelidiki kuburan itu.
Pemerintah hanya mengetahui dua keluhan yang diajukan oleh anggota keluarga atas kuburan massal itu, kata juru bicara pemerintah Lambert Mende dalam konferensi pers. Kedua kematian itu tidak ada hubungannya dengan protes atau Operasi Likofi, katanya.
Misi PBB di Kongo dan pemerintah AS telah mendesak pemerintah untuk menggali kuburan itu.
(Uu.G003)