Mataram (Antara Kalbar) - Sebanyak 11 balita di Kota Mataram menderita gizi buruk, berdasarkan catatan Dinas Kesehatan Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Mataram dr H Usman Hadi di Mataram, Senin, mengatakan, sebanyak 11 balita tersebut lima orang balita merupakan penderita tahun 2014 karena komplikasi penyakit bawaan.
"Dari 11 penderita gizi buruk, dua balita sudah dinyatakan sudah membaik dan sembilan balita masih mengikuti perawatan dan pemulihan melalui berbagai program peningkatan gizi," katanya.
Usman yang didampingi Kepala Bidang Promosi Kesehatan I Made Muditha mengatakan, dari pasien gizi buruk saat ini tidak ada yang dirawat inap di rumah sakit. Semuanya sedang di rawat di rumah masing-masing.
Namun, dalam masa perawatan di rumah tim medis dari pihak puskesmas dan kader terus melakukan pemantauan terhadap peningkatan gizi 11 balita tersebut.
Ia mengatakan, sebanyak sembilan balita dengan gizi buruk tersebut, tiga balita di tangani di Puskesmas Karang Taliwang, dua balita di Puskesmas Karang Pule sementara sisanya menyebar pada beberapa puskesmas yang ada di kota.
Menurutnya, selain melakukan pemantauan secara rutin oleh perawat dan kader yang ada di kelurahan, pemerintah kota juga memberikan subsidi kepada penderita gizi buruk selama 90 hari.
Subsidi tersebut diberikan sebesar Rp10 ribu per hari selama 90 hari atau tiga bulan. Uang senilai Rp10 per hari yang diberikan secara berkala setiap minggu itu dimaksudkan agar orang tuanya bisa memperhatikan kebutuhan gizi anaknya.
"Dengan harapan selama tiga bulan kondisi gizi balita sudah bisa membaik dan tidak lagi berstatus gizi buruk," ujarnya.
Selain memberikan subsidi sebesar Rp10 ribu per hari itu, Dinas Kesehatan juga memberikan berbagai makanan tambahan. Sementara jika, balita gizi buruk itu dirawat inap maka orang tuanya diberikan santunan sebesar Rp40 ribu per hari selama anaknya dirawat inap.
"Uang Rp40 ribu untuk orang tua balita gizi buruk itu untuk mengganti pendapatan orang tuanya yang tidak bekerja karena harus menjaga anaknya di rumah sakit, sehingga orang tua bisa lebih fokus menjaga anaknya," katanya menjelaskan.
Usman mengatakan, kasus gizi buruk terjadi pada semua daerah di Indonesia, namun yang terpenting adalah apakah kasus itu tertangani atau tidak.
Oleh karena itu, untuk menangani gizi buruk ini diperlukan komitmen bersama dan edukasi dengan meminta ibu hamil untuk rutin memeriksakan kehamilannya di pusat pelayanan kesehatan terdekat guna mengetahui perkembangan bayinya.
"Upaya ini sebagai salah satu langkah antisipasi dini mencegah terjadinya kasus gizi buruk," katanya.
Nurul H