Pontianak (Antara Kalbar) - Tiga Guru Besar dari Universitas Toulouse Perancis dan Universitas Tanjungpura Pontianak, mengunjungi hutan adat Pengajid di Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat.
Ketiga guru besar tersebut, yakni Prof Dr Zephirin Mouloungul dari Universitas Toulouse Perancis, Prof Dr Thamrin Usman DEA yang juga Rektor Universitas Tanjungpura, dan Dr Ir Gusti Hardiansyah MSc, QAM Dekan Fakultas Kehutanan Untan Pontianak.
Rektor Universitas Tanjungpura Profesor Dr Thamrin Usman DEA dalam keterangan tertulisnya kepada Antara, Minggu, mengatakan kunjungan mereka merupakan awal dari kepedulian Untan kepada masyarakat yang telah berjuang mempertahankan kawasan hutan, seperti di hutan Adat Pengajid di Bengkayang.
"Masyarakat Dusun Malayang telah berjuang mempertahankan kawasan hutannya yang sangat potensi secara ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat itu sendiri," ujarnya.
Ia menjelaskan, dahulu pohon tengkawang ditebang oleh masyarakat. Maka dimulai hari ini jangan ditebang lagi, karena buah pohon tengkawang bisa dimanfaatkan menjadi berbagai jenis produk seperti kosmetik, obat-obatan, makanan, mentega dan lain-lain.
"Kedatangan saya bersama peneliti senior dari Universitas Francis untuk melihat potensi tengkawang di kawasan Desa Sahan. Prof Dr Zephirin Moulogul telah membuat varian produk dari mentega tengkawang yang dibuat masyarakat Desa Sahan menjadi kosmetik, yang nantinya akan meningkatkan harga buah tengkawang, sehingga pohon-pohon tengkawang di Kalbar tidak ditebangi lagi," katanya.
Ia juga berharap kepada masyarakat pedalaman, khususnya masyarakat Desa Sahan yang ada di pedalaman, apalagi dekat dengan perbatasan Malaysia mempersilah untuk daftar menjadi mahasiswa di Untan dan akan diberikan beasiswa.
Hutan Adat Pangajid di Desa Sahan, Kabupaten Bengkayang, memiliki luas sekitar 200 hektare. Hutan Adat Pangajid memiliki tumbuh-tumbuhan langka khas Kalimantan Barat seperti tengkawang, gaharu, meranti, nau, resak, berbagai jenis anggrek, dan lain-lain.
Tokoh Adat Desa Sahan, Damianus Nadu menyatakan ucapan terima kasihnya atas kunjungan tiga guru besar tersebut. Hal itu membuktikan bahwa kawasan Hutan Adat Pangajid mendapat perhatian dari berbagai pihak.
"Tidak sia-sia kami mempertahankan kawasan Hutan Adat Pangajid karena telah memberi bermanfaat bagi pengembang ilmu pengetahuan. Walau luas Hutan Adat Pangajid tidak seberapa, tetapi kawasan hutan adat tersebut mempunyai keanekaragaman tumbuhan khas Kalbar, yang diperkirakan ada sekitar 60 jenis pohon tumbuh di hutan adat tersebut," katanya.
Pohon yang paling banyak di kawasan Hutan Adat Pangajid adalah pohon tengkawang dan meranti. "Kami melarang keras masyarakat melakukan penebangan di kawasan hutan adat ini," katanya.
Sementara itu, Dekan Fakultas Kehutanan Untan Dr Gusti Hardiansyah Msc mengatakan, pengetahuan leluhur masyarakat Dayak sangat arif dalam menjaga kawasan hutannya.
"Ini terbukti dengan keberhasilan masyarakat adat menyelamatkan kawasan hutan. Semestinya pemerintah mencontoh dan melibatkan masyarakat dalam menyelamatkan kawasan hutan karena sudah terbukti keberhasilannya," ujarnya.
Menurut dia, melihat keberhasilan masyarakat adat Desa Sahan, Gusti mengatakan, pihaknya menandatangani nota kesepahaman untuk membangun kerja sama dalam mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki oleh masyarakat adat. Termasuk memberi beasiswa kepada masyarakat Adat Pangajid untuk kuliah di Fakultas Kehutanan Untan.
Peneliti Utama Bidang Kimia dari Universitas Toulouse Francis,
Prof Dr Zephirin Mouloungul menyatakan kekagumannya atas keberhasilan masyarakat Adat Pangajid dalam menyelamatkan kawasan hutan. "Saya ucapkan selamat kepada masyarakat Adat Pangajid dalam menyelamatkan kawasan hutan, kalian bukan hanya menyelamatkan desa kalian, tetapi telah menyelamatkan dunia," ujarnya.
Zephirin sangat tertarik dengan produk yang dihasilkan oleh masyarakat Adat Pangajid, yaitu mentega tengkawang, dirinya sebagai ahli kimia akan meneliti dan mengembangkan produk-produk dari buah tengkawang untuk kesejahteraan masyarakat dan akan menulis untuk diterbitkan khusus di majalah di Perancis.
Direktur Lembaga Pengkajian dan Studi Arus Informasi Regional (LPS-AIR), Deman Huri menyatakan, perjuangan masyarakat Ada Pangajid sangat panjang dalam mempertahankan kawasan hutan adatnya, agar tidak beralih fungsi menjadi kawasan perkebunan.
Menurut dia, pihaknya bersama masyarakat telah mengembangkan produk turunan minyak tengkawang, seperti membuat roti, es krim, dan coklat. Nanti setelah uji klinis ke BPOM kita akan mengembangkan produk-produk secara massal, sehingga masyarakat Desa Sahan bisa mendapatkan nilai ekonomis dari mentega buah tengkawang tersebut.
Pihaknya, menurut dia, telah membuat pusat belajar pengembangan produk dari buah tengkawang, dimana pusat belajar tersebut akan dilengkapi peralatan yang lebih modern. Kalau dulu masyarakat menggunakan alat tradisional, sekarang masyarakat akan menggunakan alat yang lebih modern sehingga bisa dengan cepat dan banyak membuat mentega dari buah tengkawang," katanya.
(A057/N005)
Tiga Guru Besar Kunjungi Hutan Adat Pangajid Bengkayang
Senin, 8 Februari 2016 21:11 WIB