Jakarta (Antara Kalbar) - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara
menolak Analta Amier, kakak angkat Basuki Tjahaja Purnama (Ahok),
bersaksi dalam sidang lanjutan kasus penodaan agama di Auditorium
Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa.
Setelah mendengar
keberatan tim jaksa mengenai saksi yang diajukan tim penasihat hukum
Ahok dan mengonfirmasinya ke Analta Amier, Ketua Majelis Hakim Dwiarso
Budi Santiarto menyatakan bahwa Analta Amier tidak bisa diperiksa di
persidangan hari ini.
"Jadi, menurut majelis, karena yang bersangkutan sudah mendengarkan
saksi-saksi sebelumnya, jadi saksi ini tidak bisa diperiksa. Saya kira
nanti penasihat hukum bisa ajukan saksi di luar berkas yang kira-kira
mempunyai pengetahuan sama dengan saksi ini. Bisa digantikan dengan
saksi lain," kata Dwiarso.
Ketua Tim Jaksa Penuntut Umum Ali
Mukartono menyampaikan keberatan Analta Amier dihadirkan sebagai saksi
karena yang bersangkutan sebelumnya pernah hadir di dalam ruangan
persidangan dengan agenda pemeriksaan saksi.
"Karena yang bersangkutan pernah hadir di dalam ruangan
persidangan, maka yang bersangkutan mengerti apa yang disampaikan dalam
persidangan. Kapasitas saksi tidak dapat diterima, dari pada nanti cacat
hukum," katanya.
Namun dia menyatakan tidak akan
mempermasalahkan kalau yang bersangkutan hadir dalam sidang yang
agendanya bukan pemeriksaan saksi.
"Kami tak tahu Beliau namanya Analta Amier. Baru tahu sekarang.
Dikatakan penasihat hukum tidak berhubungan dengan pemeriksaan saksi
ketika ada persidangan di Jalan Gajah Mada. Tetapi anggota kami ada
beberapa kali melihat saat pemeriksaan saksi di sini," kata Ali.
Ketua
Majelis Hakim Dwiarso kemudian mengonfirmasi informasi itu ke Analta
Amier. Dwiarso bertanya apakah Analta pernah menyaksikan persidangan di
dalam ruang sidang.
"Di sini cuma sekali Pak," jawab Analta.
"Artinya Saudara pernah ikut persidangan?" tanya Hakim Dwiarso.
"Iya betul," kata Analta.
"Jadi sesuai dengan keterangan saksi, saksi ini sendiri pernah ada
di ruang sidang saat saksi lain diperiksa. Jadi, bukan hanya
persidangan di Jalan Gajah Mada tetapi juga persidangan di sini," kata
Dwiarso.
Ahok didakwa menggunakan Pasal 156a dan Pasal 156 Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana karena mengutip Alquran Sural Al Maidah 51
dan menyebut adanya pihak yang menggunakannya untuk membohongi pihak
lain saat melakukan kunjungan kerja di Kepulauan Seribu pada 27
September 2016.
Menurut Pasal 156 KUHP, barang siapa di muka umum menyatakan
perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau
beberapa golongan rakyat Indonesia diancam dengan pidana penjara paling
lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus
rupiah.
Perkataan golongan dalam pasal ini dan pasal berikutnya berarti
tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau
beberapa bagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat asal,
keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara.
Sementara menurut Pasal 156a KUHP, pidana penjara selama-lamanya
lima tahun dikenakan kepada siapa saja yang dengan sengaja di muka umum
mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya
bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama
yang dianut di Indonesia.
Hakim Tolak Kakak Angkat Ahok Jadi Saksi
Selasa, 7 Maret 2017 14:50 WIB