Hal itu dilakukan meski dilarang oleh aparat gabungan yang sempat menahan peralatan tebang beberapa pekerja pada pekan lalu.
Menurut warga mengingat selama ini, kayu mangrove menjadi salah satu bahan baku utama yang mereka gunakan untuk membuat arang.
"Kalau kami tidak mengambil kayu mangrove, kami mau kasih anak dan istri makan apa, karena secara turun temurun, pembuatan arang ini adalah mata pencarian utama ratusan warga yang ada di desa ini," kata salah satu anggota masyarakat Batu Ampar, Hasan Basri di Batu Ampar, Sabtu.
Dia mengatakan selama empat generasi keluarganya menggantungkan hidup dari arang. Dimana 90 persen masyarakat di desa itu menggantungkan hidupnya dari produksi arang tersebut.
Di desa Batu Ampar sendiri, saat ini terdapat puluhan rumah pembuatan arang yang diwariskan secara turun temurun oleh pendahulu mereka.
"Selama ini masyarakat menebang bakau di tepian sungai dengan memperhatikan kearifan lokal dan kelestarian alam. Namun sayangnya menurut hukum, kami dinyatakan melanggar hukum karena dituduh merusak alam," tuturnya.
Namun, kata dia, perusahaan yang ada menebang bakau hingga bibir sungai dan menebang hingga ke akar-akarnya, anehnya kata dia, apa yang dilakukan oleh perusahaan tersebut dilegalkan oleh pemerintah.
"Untuk itu masyarakat mengharapkan agar hal ini menjadi perhatian dari pemerintah, karena selama 100 tahun lebih, masyarakat Batu Ampar menggantungkan hidupnya dari arang bakau. Selama ini juga kami selalu menjaga kelestarian mangrove ini, karena kami sadar bahwa ini adalah mata pencarian utama kami," tuturnya.
Ahmad, warga lainnya juga menyatakan, sudah satu pekan ini para penebang kayu mangrove tidak melakukan aktivitas karena mereka diancam akan dipidanakan jika masih melakukan aktivitas tersebut.
"Tapi kami sudah sepakat, bagaimana pun kami akan tetap bekerja karena sudah satu minggu ini kami menganggur. Kalau kami tidak bekerja, kami mau makan apa, justru kalau ini tidak kami lakukan bisa berpotensi menyebabkan banyak rumah tangga masyarakat yang berantakan akibat para lelakinya tidak bekerja," kata dia.
Di tempat yang sama, anggota DPRD Kabupaten Kubu Raya, Agus Sudarmansyah menyatakan sudah menampung apa yang dikeluhkan warga selama ini.
Menurut Agus yang juga putra asli Batu Ampar tersebut, pembuatan arang memang menjadi mata pencarian utama masyarakat setempat dan dilakukan secara turun temurun. Bahkan kata Agus, kakek, ayah dan saudaranya juga memproduksi arang yang dihasilkan dari kau mangrove.
"Memang sudah bertahun-tahun masyarakat bekerja arang ini, namun bahan baku selalu ada, karena masyarakat menjaga kearifan lokal yang ada dengan terus melestarikan mangrove. Masyarakat memang menebang, namun yang ditebang ini tidak sembarangan, karena ada kriteria yang disepakati masyarakat, sehingga tidak asal tebang saja," katanya.
Untuk itu dirinya menyatakan siap menyampaikan aspirasi masyarakat tersebut kepada pihak kepolisian dan Pemkab Kubu Raya agar masyarakat tidak lagi takut terjerat oleh hukum, dalam melakukan aktivitasnya.
Sementara itu, Kepala Desa Batu Ampar, Junaidi menyatakan pihaknya sama sekali tidak bisa melarang masyarakat untuk melakukan penebangan mangrove, selama masyarakat tetap menjaga kelestarian mangrove tersebut.
"Masyarakat memiliki kesepakatan bersama dan itu menjadi modal yang kuat dalam menjaga kelestarian mangrove ini. Walaupun mereka menebang, namun mereka melakukan penanaman kembali, agar mereka bisa tetap bertahan hidup dengan memproduksi arang mangrove ini," kata Junaidi.
Dia menambahkan, pihaknya sendiri sangat mendukung kelestarian mangrove yang ada di Batu Ampar, hal itu dibuktikan dengan aktivitas penanaman 3000 batang bibit mangrove yang dilakukan bersama masyarakat pada awal tahun kemarin.
Menurut warga mengingat selama ini, kayu mangrove menjadi salah satu bahan baku utama yang mereka gunakan untuk membuat arang.
"Kalau kami tidak mengambil kayu mangrove, kami mau kasih anak dan istri makan apa, karena secara turun temurun, pembuatan arang ini adalah mata pencarian utama ratusan warga yang ada di desa ini," kata salah satu anggota masyarakat Batu Ampar, Hasan Basri di Batu Ampar, Sabtu.
Dia mengatakan selama empat generasi keluarganya menggantungkan hidup dari arang. Dimana 90 persen masyarakat di desa itu menggantungkan hidupnya dari produksi arang tersebut.
Di desa Batu Ampar sendiri, saat ini terdapat puluhan rumah pembuatan arang yang diwariskan secara turun temurun oleh pendahulu mereka.
"Selama ini masyarakat menebang bakau di tepian sungai dengan memperhatikan kearifan lokal dan kelestarian alam. Namun sayangnya menurut hukum, kami dinyatakan melanggar hukum karena dituduh merusak alam," tuturnya.
Namun, kata dia, perusahaan yang ada menebang bakau hingga bibir sungai dan menebang hingga ke akar-akarnya, anehnya kata dia, apa yang dilakukan oleh perusahaan tersebut dilegalkan oleh pemerintah.
"Untuk itu masyarakat mengharapkan agar hal ini menjadi perhatian dari pemerintah, karena selama 100 tahun lebih, masyarakat Batu Ampar menggantungkan hidupnya dari arang bakau. Selama ini juga kami selalu menjaga kelestarian mangrove ini, karena kami sadar bahwa ini adalah mata pencarian utama kami," tuturnya.
Ahmad, warga lainnya juga menyatakan, sudah satu pekan ini para penebang kayu mangrove tidak melakukan aktivitas karena mereka diancam akan dipidanakan jika masih melakukan aktivitas tersebut.
"Tapi kami sudah sepakat, bagaimana pun kami akan tetap bekerja karena sudah satu minggu ini kami menganggur. Kalau kami tidak bekerja, kami mau makan apa, justru kalau ini tidak kami lakukan bisa berpotensi menyebabkan banyak rumah tangga masyarakat yang berantakan akibat para lelakinya tidak bekerja," kata dia.
Di tempat yang sama, anggota DPRD Kabupaten Kubu Raya, Agus Sudarmansyah menyatakan sudah menampung apa yang dikeluhkan warga selama ini.
Menurut Agus yang juga putra asli Batu Ampar tersebut, pembuatan arang memang menjadi mata pencarian utama masyarakat setempat dan dilakukan secara turun temurun. Bahkan kata Agus, kakek, ayah dan saudaranya juga memproduksi arang yang dihasilkan dari kau mangrove.
"Memang sudah bertahun-tahun masyarakat bekerja arang ini, namun bahan baku selalu ada, karena masyarakat menjaga kearifan lokal yang ada dengan terus melestarikan mangrove. Masyarakat memang menebang, namun yang ditebang ini tidak sembarangan, karena ada kriteria yang disepakati masyarakat, sehingga tidak asal tebang saja," katanya.
Untuk itu dirinya menyatakan siap menyampaikan aspirasi masyarakat tersebut kepada pihak kepolisian dan Pemkab Kubu Raya agar masyarakat tidak lagi takut terjerat oleh hukum, dalam melakukan aktivitasnya.
Sementara itu, Kepala Desa Batu Ampar, Junaidi menyatakan pihaknya sama sekali tidak bisa melarang masyarakat untuk melakukan penebangan mangrove, selama masyarakat tetap menjaga kelestarian mangrove tersebut.
"Masyarakat memiliki kesepakatan bersama dan itu menjadi modal yang kuat dalam menjaga kelestarian mangrove ini. Walaupun mereka menebang, namun mereka melakukan penanaman kembali, agar mereka bisa tetap bertahan hidup dengan memproduksi arang mangrove ini," kata Junaidi.
Dia menambahkan, pihaknya sendiri sangat mendukung kelestarian mangrove yang ada di Batu Ampar, hal itu dibuktikan dengan aktivitas penanaman 3000 batang bibit mangrove yang dilakukan bersama masyarakat pada awal tahun kemarin.