Pontianak (Antaranews Kalbar) - Gubernur Kalimantan Barat Sutarmidji akan mendorong setiap lembaga adat yang ada di daerahnya untuk membuat aturan terkait penangkapan burung Enggang untuk mencegah kepunahan satwa dilindungi tersebut.
"Kita akan mendorong setiap lembaga adat yang ada di daerah untuk membuat aturan terkait larangan penangkapan dan pembunuhan burung Enggang. Jika kita membuat perda berikut sanksinya, jelas akan sulit karena kita akan mengedepankan kearifan lokal di setiap daerah dalam pencegahan kepunahan burung Enggang atau Rangkong," kata Sutarmidji usai menghadiri sosialisasi SRAK, di Pontianak, Rabu.
Terkait sosialisasi tersebut, dirinya memberikan aspresiasi atas aturan Sosialiasi Startegi dan Rencana Konservasi (SRAK) Rankong Gading oleh Kementerian LHK, sebab Rangkong Gading merupakan maskot Provinsi Kalbar, dan burung ini kini mulai punah.
Gubernur juga berharap sosialisasi ini bisa sampai ke masyarakat dengan baik, sehingga masyarakat turut menjaga Rangkong Gading ini.
Ia juga meminta peran masyarakat terutama yang tinggal di kawasan hutan sangat besar perannya untuk melestarikan hewan dilindungi itu.
"Kalau salah satu ekosistem hilang atau punah di habitat kawasan hutan maka keseimbangan di hutan akan terganggu, dampaknya akan ada hal-hal yang dialami dan kita tidak bisa melihat lagi ekosistem yang asri. Contohnya tidak akan bisa lihat lagi air yang mengalir jernih, ikan dan burung yang indah di hutan," tuturnya.
Sebagai bentuk dukungannya untuk perlindungan dan ekosistem di hutan, Gubernur Kalbar akan membuat suatu program guna melestarikan flora dan fauna di daerah itu.
"Ke depan saya akan buat langkah-langkah atau program untuk melestarikan ekosistem di hutan bekerja sama dengan komunitas-komunitas pencinta alam. Jika ada masyarakat yang menemukan pelanggaran yang berakibat pengrusakan hutan silahkan melaporkan dan kita akan berikan reward (hadiah) bagi yang melaporkan," tegasnya.
Dijelaskannya, Indonesia merupakan salah satu negara dengan pontensi keanekaragaman hayati yang tinggi, salah satunya dengan keberadaan Rangkong Gading (Rhinoplax Vigil) yang memiliki peringkat populasi terbesar di Asia. Di Indonesia, populasi terbesar satwa ini berada di wilayah Kalimantan dan Sumatera.
Rangkong Gading mempunyai peran penting dalam sebuah ekosistem, yaitu sebagai penyebar benih pohon buah yang baik dikarenakan kemampuannya untuk terbang sampai sejauh 100 Km.
Selain itu, ketergantungan Rangkong Gading pada keberadaan pohon yang tegap dan kuat bersarang dapat pula mengindikasikan tingkat kesehatan suatu ekosistem.
Untuk itu Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) telah menerbitkan Keputusan Menteri LHK Nomor: SK.215/MENLHK/KSDAE/KSA.2/5/2018 tanggal 2 Mei 2018 tentang Startegi dan Rencana Aksi Konservasi Rangkong Gading (Rhinoplax Vigil) Indonesia 2018-2028.
Sementara itu, Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Wiratno mengungkapkan, sosialisasi SRAK ini untuk medorong kesadaran masyarakat guna melindungi dan melestarikan hewan yang dilindungi terutama Rangkong Gading, karena saat ini perburuan dan penyeludupan Rangkong Gading cukup meningkat di Indonesia.
"Dikeluarkannya Keputusan Menteri LHK ini sebagai komitmen pemerintah pusat untuk melindungi Rangkong Gading, sebab Indonesia merupakan populasi Rangkong Gading di Asia dan populasi terbesar ditemukan di Pulau Kalimantan dan Sumatera," kata Wiratno.
Diperkirakan terdapat sekitar 27,4 juta hektare hutan lahan kering primer dan sekunder tersisa yang berpontesi sebagai habitat Rangkong Gading di Kalimantan dan Sumatera, baik di dalam maupun diluar kawasan konservasi.
"Populasi satwa ini juga tak lepas dari berbagai ancaman di alam. Hal ini dipicu dengan adanya kegiatan perburuan terhadap satwa tersebut yang diperuntukan sebagai awetan atau hiasan untuk memenuhi permintaan yang tinggi terutama konsumen luar negeri," tegasnya.
Selain itu, kegiatan deforestasi yang mendorong terjadinya penyusutan habitat Rangkong menjadi penyebab lain yang memacu menurunnya populasi Rangkong Gading.
"Akibat tingginya perburuan dan perdagangan terhadap satwa tersebut, spesies ini dimasukkan ke dalam daftar Appendix I CITES dan dinyatakan kritis dalam daftar merah IUCN," tuturnya.
Lembaga adat didorong buat aturan penangkapan burung Enggang
Rabu, 24 Oktober 2018 16:45 WIB