Sporc Kalbar Amankan Penambang Ilegal Di Paloh
Kamis, 9 Maret 2017 5:14 WIB
Pontianak (Antara Kalbar) - Tim Satuan Polhut Reaksi Cepat (Sporc) Brigade Bekantan bersama Korwas PPNS Ditkrimsus Polda Kalbar mengamankan sebuah excavator dan dua tersangka yang diduga telah menambang galian C tanpa izin.
"Kita berhasil mengamankan selain sebuah excavator juga menyita peta overlay. Sementara untuk dua tersangka tersebut bernisial SW dan TT di lokasi penambangan di kawasan hutan produksi Sungai Gunung Raya, Paloh, Sambas," ujar Kepala Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Kalimantan, Subhan.
Ia mengatakan, dari hasil penyidikan didapatkan, ke dua tersangka ini telah melakukan penambangan di dalam kawasan hutan produksi secara ilegal selama satu tahun.
"Kemungkinan masih ada tersangka lain dan saat ini kami telah melakukan penyidikan terhadap satu orang yang kami diduga sebagai pemodalnya," jelas Subhan.
Menurutnya kedua tersangka dalam melakukan penambangan ilegal ini dengan modus melakukan kegiatan penambangan galian C di dalam kawasan hutan produksi Sungai Gunung Raya tersebut.
"Penambangan ini tanpa memiliki izin menteri dengan menggunakan excavator dalam kegiatan pengambilan tanah merah dan batu-batuan," ungkapnya.
Sementara itu, Kasi Korwas Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Ditreskrimsus Polda Kalbar, Kompol Karmel Efendi Tambunan, mengatakan Polda Kalbar siap membantu proses penyidikan dugaan kasus penambangan ilegal ini.
Ia mengaku, pihaknya telah melakukan koordinasi sejak awal dalam penanganan kasus yang cukup baru yang ditangani oleh Balai Gakkum LHK.
"Dalam menangani kasus ini kami dari Polda Kalbar siap membantu khususnya dari segi penyidiknya. Ini bukan hanya Balai Gakkum LHK saja akan tapi semua PPNS yang ada di wilayah Kalbar juga siap membantu hingga tuntas," jelasnya.
Ia menerangkan bila terbukti bersalah dan untuk mempertanggungkan perbuatannya itu, kedua tersangka ini dapat dijerat dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 Tentang Pemberantasan Perusakan Hutan dan dapat diancam dengan hukuman 3 Tahun penjara dan sekaligus denda sebesar Rp10 miliar.