Pontianak (Antaranews Kalbar) - Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Kalbar menemukan bahwa langkanya elpiji subsidi lantaran komponen ongkos transportasi serta disparitas harga yang jauh dengan elpiji non-subsidi.
"Saat rapat TPID di Sukadana, Kabupaten Kayong Utara yang membahas kelangkaan elpiji bersubsidi di sejumlah titik di Kalbar ditemukan disparitas harga yang menyebakan kelangkaan subsidi. Pemakaian gas subsidi bukan hanya diperuntukan namun di luar itu juga sehingga pasokan elpiji bersubsidi yang telah ditambah oleh Pertamina tidak berbanding lurus dengan ketersediaannya," ujar Manajer K3 KPw Bank Indonesia Kalbar Djoko Juniwarto di Pontianak, Selasa.
Djoko menjelaskan kondisi infrastruktur yang mengganggu distribusi barang serta pengaturan harga yang dilakukan oleh Pertamina hanya sampai pada tingkat pangkalan. Hal itu membuat elpiji bersubsidi menjadi komoditas yang menggiurkan untuk mendapatkan laba.
"Jarak antara konsumen dengan pangkalan juga menjadi kendala. Keengganan konsumen yang berhak untuk membeli ke pangkalan membuat peluang bagi warung dan perorangan untuk menjadi pengecer dengan margin Rp2.000 - Rp3.000 per tabung. Semakin jauh lokasi dari ibukota kabupaten maka margin pun bisa tinggi mencapai Rp10.000 per tabung. Sehingga tidak heran bila di beberapa titik harga elpiji subsidi mencapai Rp30.000 per tabung," kata dia.
Kembali, ditambah lagi kata Djoko, disparitas harga antara elpiji subsidi dan nonsubsidi membuat banyak orang yang tak layak dan restoran turut membeli produk yang bukan haknya.
"Akumulasi dari hal- hal tersebut di atas mengakibatkan berapa pun kuota yang diberikan Pertamina bagi suatu daerah tidak pernah cukup. Kelangkaan gas elpiji tiga kilogram selalu saja terjadi dimana-mana," imbuh dia.
Ia mencontohkan di Kayong Utara, berdasarkan data masyarakat miskin yang berhak menggunakan elpiji subsidi berjumlah 6.511 Kepala Keluarga (KK).
"Bila asumsinya per KK satu bulan memerlukan empat tabung maka dalam setahun dibutuhkan 312.528 tabung. Sementara itu kuota yang ada sebesar 914.625 tabung atau terdapat kelebihan sebesar 602.097 tabung atau 192,65 persen," jelas dia.
Menurutnya Pemerintah Kabupaten Kayong Utara sendiri telah mengeluarkan edaran untuk masyarakat mampu dan restoran untuk tidak menggunakan elpiji bersubsidi tersebut. Aparat kepolisian pun telah pula melakukan tindakan pencegahan penyalahgunaan dengan menempatkan petugas di setiap pangkalan.
"Namun semua upaya itu belum mampu membuat elpiji subsidi tersedia dengan harga yang sesuai dengan HET di masyarakat. Aparat tidak bisa menindak pengecer menjual dengan harga sesuai keinginannya karena memang tidak diatur," papar dia.
Sementara itu, Kepala Biro Perekonomian Pemprov Kalbar, Herkulana meyebutkan hal yang sama. Menurut dia, hasil dari pengamatan lapangan dan koordinasi dengan pihak Pertamina, elpiji subsidi banyak terserap ke pengecer.
"Pertamina dan kepolisian pun tidak bisa melakukan pengawasan ke sana, lantaran aturannya hanya sampai ke pangkalan dan agen. Kepada siapa pengecer ini menjual elpiji subsidi tentu tidak bisa kita ketahui karena jumlahnya banyak," sebut dia.
Disparitas harga picu kelangkaan gas melon
Selasa, 11 Desember 2018 19:07 WIB