Jakarta (ANTARA) - Baru sekitar dua bulan bernafas lega sejak puncak gelombang kedua pada pertengahan Juli lalu, kini terdengar kabar adanya gelombang ketiga wabah virus corona.
Kabar itu semakin nyaring setelah otoritas terkait meminta semua pihak untuk waspada mengenai kemungkinan adanya varian baru dari luar masuk ke wilayah Indonesia.
Kabar itu mengiringi suasana kehidupan yang sedang menuju pulih. Tren pertambahan kasus positif baru terpapar virus corona (COVID-19) cenderung landai sejak dua bulan lalu.
Rumah sakit rujukan pasien COVID-19 kini kembali normal. Jumlah pasien COVID-19 terus menurun sehingga mulai membuka kembali perawatan untuk pasien non COVID-19.
Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) pun diperlonggar sehingga aktivitas publik makin semarak. Perkantoran, pusat perbelanjaan atau mal dan tempat-tempat wisata mulai dibuka kembali.
Secara nasional, tren pertambahan kasus positif harian sejak awal September hingga 10 September berada di angka rata-rata di bawah 10 ribu. Pada 11 September terdapat 5.001 kasus baru, lalu 12 September hingga 22 tercatat kasus baru rata-rata di bawah lima ribu.
Data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyebutkan, pada Rabu (22/9) terdapat pertambahan kasus terkonfirmasi sebanyak 2.720 kasus. Sejak 2 Maret 2020, virus corona telah menginfeksi sebanyak 4.198.678 orang Indonesia.
Sedangkan pasien yang sembuh telah mencapai 4.008.062 orang. Namun sebanyak 140.954 pasien meninggal dunia dan sebanyak 49.662 orang masih menjalani perawatan.
Harapannya tren penurunan itu tetap stabil di angka yang rendah karena unt menihilkan sama sekali juga sulit. Virus ini diperkirakan masih akan terus ada.
Faktor pengendaliannya dan imunitas tubuh menjadi kunci menghadapi virus ini. Selain itu, pencegahan amatlah penting daripada mengobatinya.
Gelombang
Lebih 1,5 tahun wabah virus corona hadir di Indonesia dengan segala dinamika dan dampak yang luar biasa. Upaya terpadu dilakukan pemerintah bersama masyarakat.
Pengerahan seluruh sumber daya dan pendanaan yang tidak sedikit dilakukan untuk membendung penyebaran wabah ini. Secara nyata, kecepatan penanganannya berhadapan langsung dengan kecepatan penyebarannya.
Dengan segala daya dan upaya itu, ada kelegaan bahwa dalam dua bulan terakhir, grafik penyebarannya telah landai. Tetapi kekhawatiran juga masih mengiringi mengingat potensi kembali melonjaknya kasus baru.
Rentang waktu sejak awal COVID-19 di Indonesia telah menghadirkan fakta dan data bahwa wabah ini memang seperti gelombang. Ia datang dan pergi yang ditandai dengan grafik naik-turun kasus harian.
Maka muncullah istilah gelombang pertama dan kedua. Kedua gelombang itu telah terlewati dengan segala dampak dan risikonya.
Kini di tengah kelegaan, potensi munculnya gelombang ketiga didengungkan. Di negara lain, gelombang itu telah terjadi.
Karena itu, Juru Bicara Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 Prof Wiku Adisasmito mengingatkan pentingnya belajar dari pengalaman untuk mencegah potensi lonjakan ketiga di Indonesia.
Indonesia telah mengalami dua kali lonjakan yang terjadi pada Januari dan Juli 2021. Saat ini dunia tengah mengalami lonjakan ketiga sehingga perlu diwaspadai Indonesia dengan mempelajari pola kenaikan kasus di dalam negeri yang cenderung lebih lambat dari kenaikan kasus dunia.
Pada pola gelombang kedua terdapat jeda tiga bulan, kata Wiku, perlu diantisipasi mengingat dalam tiga bulan ke depan memasuki periode libur Natal dan Tahun Baru 2022.
Lonjakan kasus di Indonesia pada Juli 2021 lebih disebabkan faktor internal dan bukan karena naiknya kasus global ataupun datang dari negara-negara lain.
Beberapa faktor internal penyebab kenaikan kasus dan penyebaran virus adalah meningkatnya mobilitas dalam negeri. Selain itu aktivitas sosial masyarakat yang terjadi bersamaan dengan periode mudik Idul Fitri dan sikap abai masyarakat terhadap protokol kesehatan.
Perketat
Untuk mengantisipasi masuknya varian baru COVID-19 dari luar negeri, Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi telah meminta para petugas di pintu-pintu masuk negara untuk menjalankan prosedur sesuai aturan. Artinya, pintu masuk diperketat.
Tentunya Kemenkes terus berkoordinasi dengan para petugas di pintu-pintu masuk untuk menyusun kebijakan guna mengantisipasi kemungkinan masuknya varian-varian yang berasal dari luar negeri
Salah satu aturan yang harus dilaksanakan, yaitu melakukan karantina selama delapan hari dan pemeriksaan PCR negatif sebanyak tiga kali. Diharapkan hal ini bisa diterapkan sesuai dengan prosedur yang telah ada.
Pemerintah juga memantau semua varian yang muncul, baik varian yang menjadi perhatian (Variant Of Concern/VOC), yaitu Alpha, Beta, Gamma, dan Delta maupun varian yang diamati (Variant Of Interest/VOI), yakni Eta, Iota, Kappa, Lambda dan Mu. Begitu juga varian lokal yang muncul di Indonesia.
Per 21 September 2021, varian Eta, Iota, dan Kappa turun statusnya. Sebelumnya masuk ke dalam kategori VOI dengan melihat rendahnya penyebaran menjadi "Variant Under Monitoring".
Pemerintah akan terus memantau situasi negara-negara lain untuk menentukan intervensi yang paling sesuai. Saat ini diterapkan intervensi perjalanan internasional berdasarkan penilaian risiko.
Bisa jadi intervensi antara negara satu dengan negara yang lainnya tidak sama
Saat ini hampir di semua negara varian Delta menjadi varian yang dominan dan berpengaruh besar pada peningkatan kasus.
Baru-baru ini karantina wilayah dilakukan di negara tetangga seperti Singapura karena terjadi kenaikan kasus seiring semakin dominannya varian Delta.
Sampai kini belum ada negara yang aman dari pandemi COVID-19 meski cakupan vaksinasinya tinggi. Karena itu, meski sudah divaksinasi jangan lupa untuk tetap mematuhi protokol kesehatan.
Proaktif
Selain pengetatan di pintu-pintu masuk negara, beberapa daerah juga sedang mengantisipasi kenaikan kasus baru.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, misalnya, proaktif mendeteksi dini dalam mengantisipasi gelombang tiga COVID-19 yang diprediksi bisa terjadi pada Desember 2021.
Deteksi dini tersebut terkait dengan pengalaman Jakarta menghadapi gelombang pertama dan kedua COVID-19. "Sistem deteksi dini itu diaktifkan terus, sampai sekarang belum diturunkan," kata Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan di Kawasan Monas Jakarta, Rabu (22/9) petang.
Deteksi dini tersebut antara lain dilakukan dengan pengujian sampel yang tetap dengan standar tinggi, yakni 8,4 kali lipat lebih tinggi dari standar WHO. Kemudian kegiatan pelacakan (tracing) juga tinggi.
Jadi walaupun "positivity rate" DKI telah di angka 0,7 tetapi kegiatan testing tidak rendah, tetapi tetap tinggi. Dengan demikian bisa mendeteksi bila terlihat kasus mulai menunjukkan tren peningkatan bisa langsung waspada.
Yang terpenting, seluruh masyarakat untuk bersama-sama menjaga protokol kesehatan dan memastikan keluarga serta kolega untuk ikut vaksinasi.
Salah satu kunci dari pencegahan penularan wabah ini adalah lingkungan sendiri.
Bersiap menyambut gelombang ketiga?
Kamis, 23 September 2021 12:00 WIB