Pontianak (ANTARA) - Kepala Dinas Perkebunan dan Peternakan Provinsi Kalbar, Muhammad Munsif mengatakan pihaknya menunggu evaluasi dari Pemerintah Pusat terkait penerapan pembatasan pengiriman hewan ternak, guna mengantisipasi penyebaran penyakit mulut dan kuku (PMK) pada hewan ternak untuk kurban.
"Evaluasi ini rencananya akan dikeluarkan hari ini. Evaluasi itu akan memutuskan apakah dilakukan pembatasan tingkat provinsi, kabupaten/kota, kecamatan atau desa," kata Munsif di Pontianak, Rabu.
Dia menjelaskan, jika keputusan itu merupakan pembatasan tingkat provinsi maka Kalimantan Barat akan kesulitan mendapatkan pasokan hewan kurban.
Baca juga: Pemerintah Kubu Raya siapkan 1.200 dosis vaksin upaya pencegahan PMK
Baca juga: 58.275 ekor ternak telah divaksin dalam upaya pencegahan penyebaran PMK
Baca juga: 685 sapi di Cirebon terjangkit penyakit mulut dan kuku
Sebab tiga provinsi antara lain Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat sebagai wilayah, merupakan provinsi dengan kasus PMK terbesar secara nasional, sehingga penerapan pembatasan tingkat provinsi akan menyulitkan Kalbar mendapatkan pasokan hewan ternak dari luar daerah.
"Sebaliknya jika pembatasan tingkat kecamatan maka Kalimantan Barat masih berpeluang mendatangkan pasokan hewan ternak asal Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat," tuturnya.
Seperti diketahui Kalimantan Barat merasakan dampak dari Penyakit Mulut dan Kuku (PMK). Pasokan sapi potong maupun kambing yang bersumber dari Jawa Tengah, Jawa Timur dan Jawa Barat mengalami kendala untuk masuk ke Kalimantan Barat.
Baca juga: Peluncuran vaksinasi PMK tahap pertama pada hewan ternak di Kalbar
Baca juga: 44 ekor sapi di Singkawang terindikasi terinfeksi penyakit mulut dan kuku
Baca juga: Puluhan ekor sapi yang terindikasi PMK di Singawang dinyatakan sembuh
Kondisi ini disebabkan adanya wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK). Pemerintah kemudian mengeluarkan larangan lalu lintas hewan dari zona merah ke zona merah dan zona merah ke zona hijau.
Sebagaimana diketahui pasokan kambing, sapi dan domba datang dari Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat. Hingga hari ini belum mendapatkan isyarat untuk bisa keluar daerah-daerah tersebut.
"Sejak 10 Mei 2022 lalu, Jawa Timur, khususnya, diikuti dengan Jawa Tengah, Aceh, telah dinyatakan berstatus wabah atau darurat bencana PMK, sehingga badan karantina menerapkan satu larangan pengeluaran daerah dengan berstatus wabah untuk lalu lintas ternak. Kami berharap ada evaluasi dari pemerintah pusat," kata Munsif.
Baca juga: Citra Duani tegaskan komitmen cegah PMK di Kayong Utara
Baca juga: 16 ekor sapi yang terkonfirmasi PMK di Singkawang dinyatakan sembuh
Namun, lanjutnya, sejumlah persyaratan harus tetap dipenuhi. Antara lain berasal dari zona hijau tingkat kecamatan dari provinsi tersebut.
"Kemudian dibuktikan dengan surat keterangan kesehatan hewan dari pejabat dinas setempat, serta masuknya ke Kalbar, telah memenuhi pengurusan rekomendasi pemasukan dan dilakukan analisis risiko," tuturnya.*
Baca juga: 685 sapi di Cirebon terjangkit penyakit mulut dan kuku
Pada berita sebelumnya di Sukabumi, Ketua Persatuan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) Cabang Jabar VI (membawahi Sukabumi dan Cianjur) Riki Barata mengimbau masyarakat untuk tidak panik dengan keberadaan penyakit mulut dan kuku (PMK) yang saat ini masuk wilayah Kota Sukabumi,Jabar.
"PMK memang berbahaya untuk hewan ternak memamah biak seperti domba, kambing, sapi, kerbau maupun unta karena bisa menyebabkan kematian, tetapi penyakit ini tidak menyerang manusia," katanya di Sukabumi pada Rabu.
Baca selengkapnya: Masyarakat diimbau jangan panik dengan keberadaan PMK