Semarang (ANTARA) - Tiga raksasa teknologi: Google, Facebook, dan Twitter, terancam diblokir pada 20 Juli 2022 karena belum melakukan pendaftaran penyelenggara sistem elektronik (PSE), kata Ketua Lembaga Riset Siber Indonesia CISSReC Doktor Pratama Persadha.
Hal itu, kata Pratama Persadha, memperlihatkan pemerintah bisa tegas terhadap Facebook (FB), Google, dan Twitter sekaligus menunjukkan pada raksasa teknologi itu bahwa negara tidak tunduk pada perusahaan multinasional.
Baca juga: Kominfo minta penyelenggara sistem elektronik segera mendaftar ke sistem kementerian
Baca juga: Polda Jatim dan Kalbar tetapkan LH tersangka dalam kasus ujaran kebencian
"Bila dihitung dari jumlah pemakai, misalnya Twitter, pemakai aktif di Tanah Air sebanyak 10 juta sampai 15 juta orang. Jadi, tidak ada alasan untuk tidak tegas," kata pakar keamanan siber ini ketika dikonfirmasi di Semarang, Senin.
Bahkan, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), kata Pratama, pernah tegas terhadap Telegram yang saat itu pemakainya 10 juta orang.
Baca juga: Sutarmidji promosi keindahan Bukit Kelam Sintang di media sosial
Baca juga: Puluhan pria tertipu ulah "Mawar" di media sosial
Namun, lanjut dia, dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 10 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Permen Kominfo Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat ada beberapa pasal yang dianggap karet, misalnya Pasal 9 dan Pasal 14.
Dalam pasal tersebut, kata Pratama, bisa men-takedown (mencopot) konten serta akses informasi dengan alasan mengganggu ketertiban umum serta meresahkan masyarakat.
Baca juga: Kominfo minta PSE beri perhatian lebih terhadap keamanan sistem
Baca juga: Polisi tangkap seorang wanita penyebar video ujaran kebencian di medsos
Ia lantas membandingkan dengan negara lain. Hal tersebut bisa dilakukan dengan adanya kasus terlebih dahulu dan izin permintaan tersebut dikeluarkan oleh pengadilan.
"Jadi, poin pasal karet tersebut sebaiknya ditinjau oleh Kominfo dan dirundingkan bersama-sama dengan elemen masyarakat," kata Pratama.
Baca juga: Pengguna media sosial diharap dapat terapkan empati saat berkomentar
Baca juga: Cara aman dan nyaman berinteraksi di sosial media
Baca juga: Nyaris tumbang, video pengendara sepeda motor mendadak lemas viral di media sosial
Ancaman terhadap FB
Menyinggung ancaman terhadap FB, dia menyebutkan pemakai di Tanah Air lebih dari 130 juta orang. Namun, kebutuhan FB tidak sekrusial Google, yang layanannya sudah banyak dipakai, bahkan di kampus-kampus, perusahaan, dan juga pemerintah daerah sampai pusat.
Namun, kata Pratama, perlu diingat bahwa Facebook ini tidak sendirian, ada WhatsApp dan Instagram juga yang ada dalam satu payung, Meta (layanan jejaring sosial berkantor pusat di Menlo Park, California, Amerika Serikat).
Baca juga: Masyarakat di media sosial sambut baik tarif PPh berkeadilan
Baca juga: Polisi : media sosial dapat merusak Harkamtibmas dan berujung pidana
"Jadi, WhatsApp dan Instagram apa juga terancam diblokir?" tanya Pratama.
Menurut Pratama, WhatsApp yang akan menjadi perhatian serius karena menjadi aplikasi utama instant messaging (pesan singkat) yang dipakai saat ini.
Baca juga: Facebook berganti nama tidak berarti bebas dari masalah
Baca juga: Tujuh admin grup WA-FB-IG hasut demo anarkis Jakarta ditangkap
Baca juga: Wabup Sambas ajak masyarakat kedepankan moralitas saat gunakan media sosial
Oleh karena itu, pendekatannya tidak bisa sama dengan Telegram yang dahulu langsung diancam blokir karena pemakainya tidak terlampau banyak.
Pratama memandang perlu ada jeda waktu agak lama untuk sosialisasi kepada masyarakat dan juga memberi waktu pada FB selaku "pemilik" WhatsApp untuk melakukan pendaftaran PSE ke Kominfo.
Baca juga: Dewan ajak masyarakat bijak bermedia sosial
Baca juga: Cara menjaga data pribadi saat bertransaksi digital dan bermedia sosial
Baca juga: Twitter gangguan secara global
"Jadi, perlu syok terapi juga karena selama ini mereka merasa lebih aman dan lebih besar karena pemakai di Indonesia sangat banyak," ucap Pratama.
Hal itu termasuk keberanian mereka, terutama FB, untuk urusan pajak. Bahkan, FB juga enggan membuka kantor di Indonesia. Media sosial ini hanya membuka kantor yang ada satpamnya untuk menerima surat saja.
Ia mengemukakan bahwa masyarakat akan mengerti bila ada pendekatan komunikasi jauh hari. Saat ini masih ada beberapa hari untuk pemerintah lewat Kominfo memberikan penjelasan.
Baca juga: Delapan cara jitu detoks media sosial
Baca juga: Diduga tidak netral, Bawaslu Bengkayang telusuri akun media sosial ASN
Baca juga: Polisi tangkap suami yang pukuli istri sambil "live" di media sosial
Publik Perlu Tahu
Publik perlu tahu bahwa FB dan Twitter bila tidak segera penuhi syarat beroperasinya PSE di Tanah Air, kata Pratama, layanan media sosial itu diblokir sementara sampai mereka penuhi syarat beroperasi PSE di Indonesia.
Ia menyebutkan FB akan rugi banyak karena pemakai di Indonesia relatif sangat banyak. Oleh sebab itu, pengumuman dari pemerintah sangat penting, terutama para pengiklan di FB dan Twitter untuk menghentikan iklannya sementara pada saat pemblokiran platform tersebut.
Baca juga: Cara positif dan produktif gunakan Instagram
Baca juga: Prajurit harus bijak gunakan media sosial
Baca juga: Kominfotur-ANTARA ujung tombak lawan hoaks dan satukan negeri
Terkait dengan Google, Pratama memperkirakan akan lebih banyak mendapatkan penolakan masyarakat karena pemakaiannya sudah sampai ke berbagai elemen masyarakat, mulai dari kampus, perkantoran, sampai pemerintah memakai layanan Google.
Belum lagi, lanjut dia, YouTube yang di bawah Google sudah menjadi platform mencari uang banyak pihak. Namun, yang paling parah adalah layanan Google di smartphone android. Bila diblokir, banyak layanan yang tidak berfungsi.
Baca juga: Jangan gunakan dana utang untuk beli saham
Baca juga: Jokowi tak ingin biarkan ruang kosong di media sosial diisi hoaks
Atas dasar itulah, kata Pratama, Uni Eropa melarang Google memberikan aplikasinya secara default (bawaan) di ponsel android yang beredar di negara Uni Eropa. Selain karena melanggar aturan monopoli, ini juga mengurangi ketergantungan masyarakat negara tersebut pada aplikasi Google.
"Sekali lagi pendekatan untuk Google ini memang agak berbeda. Sebaiknya negara tidak kalah melawan Google cum suis (dan kawan-kawan) karena negara lain sudah tegas minimal dengan denda. Bila tidak membayar denda Google cs, akan diblokir layanannya," kata Pratama.
Baca juga: Bikin konten TikTok di halaman Masjid Raya Aceh, empat pria ditahan petugas
Baca juga: Bupati Kapuas Hulu minta kepala OPD ada akun media sosial
Baca juga: Tiktokcash, Aisha Wedding dan nasib situs negatif