Jakarta (ANTARA) - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan rasio utang pemerintah pada 2023 turun menjadi 38,6 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) dari sebelumnya 39,7 persen pada 2022.
“Rasio utang pemerintah turun menjadi 38,6 persen PDB,” kata Sri Mulyani saat konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) di Jakarta, Selasa.
Sementara realisasi pembiayaan anggaran pada 2023 mencapai Rp359,5 triliun, turun 39,2 persen dibandingkan 2022.
Sejalan dengan konsolidasi fiskal dan pulihnya ekonomi nasional, pembiayaan utang pada 2023 dapat diturunkan dari target APBN TA 2023 yang sebesar Rp696,3 triliun menjadi Rp407,0 triliun atau turun 41,5 persen dari 2022.
Menurut Menkeu, capaian tersebut bisa terwujud berkat pembiayaan utang yang dilaksanakan secara pruden dengan tetap menjaga keseimbangan antara biaya (cost of fund) dan risiko utang.
Dengan kinerja itu, Sri Mulyani yakin risiko fiskal dalam kondisi terkendali.
Selain kinerja pembiayaan utang, terkendalinya risiko fiskal juga tercermin pada keseimbangan primer yang mencatatkan surplus senilai Rp92,2 triliun. Capaian itu merupakan yang pertama kalinya sejak 2012.
Di samping itu, defisit anggaran juga tercatat jauh lebih rendah, jadi 1,65 persen terhadap PDB dari target defisit 2,84 persen.
“Risiko fiskal terkendali, tercermin dari keseimbangan primer yang mencatatkan surplus disertai strategi pembiayaan yang pruden,” ujar Sri Mulyani.
Menkeu juga menyatakan kinerja APBN 2023 tetap kuat di tengah penurunan harga komoditas dan kinerja perekonomian global. Realisasi pendapatan negara mencapai Rp2.774,3 triliun atau 112,6 persen dari target APBN, dengan penerimaan perpajakan yang melampaui target sebesar Rp2.155,4 triliun, tumbuh 5,9 persen yoy.
Kinerja positif tersebut ditopang oleh masih kuatnya aktivitas ekonomi domestik serta efektivitas reformasi perpajakan yang diluncurkan pada akhir 2021. Rasio perpajakan tercatat sebesar 10,2 persen PDB.
Sementara itu, kinerja PNBP meningkat signifikan mencapai Rp605,9 triliun, terutama ditopang oleh optimalisasi pengelolaan SDA, peningkatan kinerja BUMN, dan inovasi layanan pada berbagai kementerian/lembaga (K/L).
Di sisi lain, belanja negara terserap optimal sehingga mampu menjaga kinerja perekonomian nasional di tengah berbagai tantangan dan mendukung agenda pembangunan.
Realisasi penyerapan belanja negara mencapai Rp3.121,9 triliun atau 102 persen dari pagu APBN, menopang perekonomian dalam menghadapi perlambatan global dan mendukung berbagai agenda pembangunan pemerintah, seperti penurunan stunting, kemiskinan ekstrem, mitigasi El Nino, persiapan Pemilu, serta proyek strategis nasional (PSN).