Pontianak (ANTARA) - Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Bambang Hendroyono mendorong Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) di Kalimantan Barat untuk mendampingi masyarakat dalam mengelola hutan agar mampu meningkatkan perekonomian masyarakat.
"KPH harus menjadi pendorong perwujudan pengelolaan hutan berkelanjutan, pembangunan daerah, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu, kami harapkan KPH yang ada di Kalbar bisa mendampingi masyarakat agar mereka bisa mendapatkan nilai ekonomi dari pengelolaan hutan yang dilakukan," kata Bambang saat melakukan kunjungan kerja ke Kalbar di Pontianak, Selasa.
Dia menegaskan, potensi kehutanan di Kalbar cukup besar, seperti madu hutan yang dikelola oleh masyarakat Kapuas Hulu, Budi daya kepiting mangrove di Kabupaten Kubu Raya, dan masih banyak potensi lain yang membutuhkan peran KPH untuk mendampingi masyarakat.
Baca juga: Akses kelola perhutanan sosial Kalbar capai 378 ribu hektare lebih
Dengan kawasan hutan yang masih luas di Kalbar, menurutnya, masih banyak potensi kehutanan yang bisa dikembangkan dan Kalbar tentu berpeluang untuk mendapatkan pemasukan dari sektor ini, jika potensi kehutanan tersebut dikelola dengan baik.
Hasil hutan berupa kayu di Kalbar bisa digalakkan kembali dengan menghidupkan industri pengolahan kayu yang dilakukan dengan membangun hutan tanam industri, di mana ini bisa dilakukan dengan berbasis masyarakat melalui KPH.
Makanya, kata dia, KPH harus menjadi bagian dalam proses-proses pemberdayaan masyarakat dan harus mendorong inisiasi program Perhutanan Sosial (PS) di wilayahnya masing-masing. Selain itu, sebagai anggota tim inventarisasi dan verifikasi (inver) penyelesaian penguasaan tanah dalam kawasan hutan (PPTKH) dan program TORA, KPH harus berperan aktif dalam proses tersebut.
Baca juga: Indonesia terapkan prinsip 3M
KPH juga harus aktif melakukan pencegahan karhutla, terutama di wilayah KPH pada tujuh provinsi yang rawan karhutla.
"Yang tidak kalah penting yaitu dalam merancang dan mendesain kegiatan pengelolaan hutan, harus benar-benar berdasarkan kebutuhan-kebutuhan lapangan, serta dengan memperhatikan skala prioritas yang obyektif, dan selalu mengacu pada Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP) yang telah disusun," kata Bambang.